Showing posts with label puasa. Show all posts
Showing posts with label puasa. Show all posts

Friday, April 12, 2019

Update Maret 2022. Ganti Oli Mesin, Transmisi Matic dan Gardan Avanza, Berapa Duit?


Oli merupakan salah satu hal penting bagi kendaraan mobil dan sepeda motor. Pergantian cairan pelumas ini harus sangat diperhatikan dan dilakukan sesuai jadwal alias tidak boleh telat atau terlambat.

Selain oli mesin, oli lainnya yang dibutuhkan mobil adalah oli persneling transmisi dan gardan. 

Untuk mobil kami, Avanza S 2011 awal (old) - matic atau metic - ganti oli gardan dan persneling dilakukan pada 2019 silam.

Kini setelah 20.000 km waktunya ganti oli. Berikut update harga dan ongkos saja untuk Maret 2022 di bengkel Eko Motor, Limo, Depok.

Oli persneling matic Dextron 3 
3 liter x Rp80.000= 240.000

Oli gardan Rp150.000

Jasa ongkos ganti Rp50.000

Total: Rp440.000

Tentunya harga ini masih lebih ekonomis dibanding bengkel besar. Coba cek :)

Oli transmisi persneling matic Idemitsu
 Dextron III / 3
Oli gardan axle Shell Spirax S2 A 80W-90



---

Artikel sebelumnya:

April 2019 ini sudah waktunya si semok Avanza S ganti oli transmisi persneling dan gardan. Bulan lalu mobil item itu sudah ganti oli mesin. Setelah tanya-tanya dan menelpon beberapa bengkel, dapet deh list harga atawa ongkos supaya kehitung berapa duit yang mesti dirogoh dari dompet :)

Pembanding dan komparasi ga banyak, saya menelpon 2 bengkel, semoga cukup mewakili. Oya ini harga per April 2019 ya.

Oya di bagian akhir artikel, ada update per Desember 2019 tentang harga ganti oli mesin beberapa merek oli.

Di bengkel milik grup pabrikan otomotif gede, yang logonya merah dan oulet oli - akinya banyak tersebar secara nasional, untuk di Jakarta dan Jabodetabek, ngasih harga sebagai berikut:


  1. 1. Ganti oli persneling matic Avanzahttps://halamansamping.blogspot.com/2019/06/mudik-pakai-mobil-matic-bbm-irit-kuat.html?m=1  old tahun 2011, pakai merek Shell (standar Dextron III)

a. Jika ganti biasa yang per 20.000 km, butuh 3 liter, @ Rp 110.000/liter, tanpa ongkos jasa. Jadi total Rp 330.000,-

b. Ganti dan kuras atau flushing untuk yang per 40.000 km maka butuh 8 liter tambah ongkos jasa Rp 90.000. Maka 8 x 110.000 (+ 90.000) = Rp 970.000,-

2. Sedangkan di bengkel umum yang kondang di komunitas Avanza Xenia di Depok, memberi harga lebih murah. Dengan merek sama dan kebutuhan volume oli yang serupa tapi harga per liternya lebih miring yakni Rp 80.000 / liter

Jadi untuk ganti oli biasa Rp 80.000 x 3 liter, totalnya Rp 240.000.

Jika mau kuras atau flushing, maka Rp 80.000 x 8 liter = 640.000

3. Untuk oli gardan, di beres dan bengkel umum memakai volume sama yakni 2 liter. Kalau volumenya sama, apakah harganya berbeda? ya tetep iya hehehe

Bengkel gede memberi harga Rp 164.000/ liter, jadi total Rp 328.000.
Sedangkan bengkel di dekat Villa Mutiara, Limo, Depok harganya sangat ramah totalnya untuk 2 liter hanya Rp 120.000.

Ga nyampe separonya euy, malah hanya 37%nya. Selisihnya Rp 208.000. Bisa buat ditabung, jajan, beli susu anak, susu buat bapake juga #eh :D


Kalkulasi perbandingan
Tinggal kita hitung dah keseluruhan biayanya. Sebagai gambaran, jika ganti oli biasa (bukan flush), di bengkel gedean Rp 330.000 dan bengkel umum Rp 240.000, selisih Rp 90.000

Jika flushing, maka selisihnya ya lumayan kerasa. Rp 970.000 vs Rp 640.000. Ada jarak Rp 330.000 hehehe

Untuk ganti oli gardan, Rp 328.000 vs Rp 120.000. Selisih Rp 208.000

Nah, apalagi lazimnya kita ganti oli transmisi persneling bersamaan dengan oli gardan. Komparasi harganya makin nohok nih. Rp 658.000 vs Rp 360.000. Selisih Rp 298.000 alias Rp 300.000 kurang duarebu.

Kalau pas waktunya flushing dan ganti oli gardan, lihat bedanya: 1.298.000 vs 760.000, selisih Rp 538.000. Jadi untuk 'barang' yang sama, beda harganya setengah juta rupiah, duit semua tuh bro :) Ssttt yang harganya lebih murah (dan tetap berkualitas) juga dapat servis cuci steam gratis, kopi dan silaturahim :)


Selisih segini mah bisa buat menuhin tanki boil pakai Pertalite, Pertamax or Shell sekalian dan buat dianggarkan jadi kebutuhan kendaraan kita lainnya jelang persiapan mudik lebaran. Lebihannya bisa buat jalan-jalan kulineran kaki lima di Bogor hehehe

Nah itulah perbandingan biaya, harga atau ongkos ganti oli persneling dan gardan mobil metic. Saya mah posting di blog sekalian buat nitip catetan. Suatu saat butuh lagi, tinggal intip di blog :)

Sebelum lebaran
Perlunya ganti oli dan mengecek kendaraan sekaligus persiapan jelang puasa dan lebaran. Baiknya kita menyempatkan sekarang sebelum bengkel penuh, kewalahan menservis boil-boil pelanggan.

Selain ganti oli, minta juga bengkel mengecek rem, kampas, kopling, kaki-kaki, aki, radiator dan mesin mobil. Sekalian cek kelayakan dan kelaikan ban. Plus spooring dan balancing. General check up gitu deh.

Yang perlu disetel ya disetel, yang perlu ganti ya ganti saja sekalian. Manfaatkan momentum ke bengkel untuk memastikan kendaraan kita sehat dan bugar kembali buat ngabuburit lanjut lebaran he-he-he.

+++

Ganti oli mesin
Nah untuk oli mesin, ini daftar harganya:
- Total 5w30 360rb
- Bardahl 5w30 330rb
- Shell HX8 5w30 420rb

+ filter oli 35ribu

Rincian untuk semacam cek-cek dan pekerjaan lainnya, berikut ongkos atau biaya :
- Tune up 150rb
- Carbon clean 90rb
- Service rem 4 roda dan cek kaki kaki 150rb (di luar kampas rem ya, karena sesuai diagnosa dan perlu tidaknya ganti kampas)
- Minyak rem 75rb.

Totalnya (dengan asumsi pakai oli Shell yang termahal di atas) maka Rp920.000 (ga nyampai sejuta). Apalagi kalau Bardahl, hanya Rp830.000

Khusus untuk boil saya kemarin masih di Januari 2020, total Rp1.235.000 dan masih dapat diskon lumayan Rp85.000 jadi cukup bayar Rp1.150.000 dengan item pekerjaan yang lumayan karena sekalian general cek up kaki-kaki, rem, lampu dll.

Rincian pengerjaan di bengkel Eko Motor, Krukut, Limo, Depok ini ya. Saran nih, baiknya kita booking dulu karena sering full apalagi sabtu minggu (jumat libur). Booking servis bisa via WA 0813101178 dua lima


Salam otomotip :D

Wednesday, January 18, 2017

Kambing dan Hujan. Tentang cinta dan NU - Muhammadiyah :)



Ini novel, roman tentang cinta anak muda, masa lalu yang menyesakkan dan pergulatan NU-Muhammadiyah di sebuah desa Jawa Timur yang diberi nama kisah, Tegal Centong.

Sudah lama saya tidak membaca novel, terakhir membolak-balik halaman karya sastra jenis ini ialah pertengahan 2015, "Anak-anak Revolusi"-nya Budiman Sudjatmiko.

Novel berikutnya ialah karya Mahfud Ikhwan ini yaitu "Kambing dan Hujan". Saya membacanya dengan bangga, pertama karena novel ini adalah pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014. Kedua, karena penulis adalah kawan saya di komunitas persma UGM, sedikit beda angkatan. Juga di media yang bertetangga, dia di Balairung, saya di Bulaksumur. Hehehe :)

Membaca novel ini, saya seperti tersedot di dalam alurnya. Yeahhh tentang dua anak muda yang bertaut cinta dan ingin menikah. Miftah Abrar dan Nurul Fauzia. Yang lelaki alumni jurusan sejarah dari perguruan tinggi di Jogja, si perempuan lulusan Fakultas Adab, kuliahnya di Surabaya.

Sayang, perbedaan paham agama yang dibalut pula dengan beda masjid, yang disebut Mahfud sebagai Masjid Utara (Muhammadiyah) dan Selatan (NU - Nahdlatul Ulama) menjadi penghalang dan sekaligus menggerakkan cerita menjadi berdenyut dan menghentak.


Sepanjang cerita, terus terang saya juga merasakan takut dan was-was, bagaimana jika hubungan mereka pupus dan gagal menikah.

Asemmm tenan. Di tengah cerita misalnya, ketika keluarga Fauzia kedatangan tamu seorang pengusaha dan politisi muda atau juga saat Pak Nashrullah bertamu ke keluarga Miftah untuk 'menjodohkan' putrinya.

Saya sempat khawatir, syukurlah Mahfud tidak memanjang-manjangkan drama ini :)

Semua memang berakhir happy ending. Namun tuturannya tidak datar. Saya suka ini.

Yang lebih saya sukai ialah momen pertemuan Pak Iskandar dan Pak Fauzan di rumah Pakdhe War. Dialognya mengalir deras, cepat dan 'nyata'.

Saya sempat merutuki dialog itu (hal 343-346). Saya merutukinya lantaran mengapresiasi jeniusnya Mahfud mengemasnya, juga (ini yang sebenarnya) karena saya lega kekhawatiran sepanjang membaca roman tidak terjadi.

KOPI
Ada beberapa kutipan yang bagi saya terbilang mengena. Seperti 'jangan menyuguhkan kopi dengan menyiramkan ke muka.' (Hal 167 dan ditegaskan lagi di hal 178).

Itu merupakan kiasan bahwa memberi nasehat pun mesti dilakukan dengan empati. 'Bukankah sebaik-baiknya nasehat adalah nasehat yang disampaikan dengan baik pula.'

Pada halaman lain juga dikatakan 'cara kadang tidak kalah pentingnya dengan tujuan' (hal 166).

PERSETERUAN dan DRUMBAND
Soal persaingan NU dan Muhammadiyah juga disajikan menarik. Alih-alih bergaya orasi dan jualan satu sama lain, Mahfud menuturkan perbedaan keduanya dengan lincah dan ringan.

Semua ikon perbedaan dituturkan dengan jenaka. Saya pun seperti diingatkan kembali pada olok-olokan khas seperti diucapkan kawan di kampung dan antar aktivis kampus.

Begitu pula tentang shalat subuh dengan qunut dan tanpa qunut, bacaan niat shalat, juga puasa, tahiyyat (kalau saya tidak keliru hehehe), tahlilan, shalawatan, kenduri, ziarah kubur, adzan dua kali saat shalat Jumat dll.

Ada pula tentang keberadaan bedug dan tongkat untuk khotib di masjid. Juga soal 'dikit-dikit bid'ah, dikit-dikit bid'ah' dan 'pendangkalan serta pembelokan akidah'.

Saya juga ngakak ketika olokan sampai juga pada sindiran menyoal sekolah di lingkungan paham yang berbeda itu: 'jangan sampai jadi murid yang tidak bisa berhitung dan lemah dalam ilmu pasti'. Yang lalu dibalas: 'jangan mau kalau bisanya cuma drumband'. Wkwkwkwkkkk... :D

RAMADHAN dan LEBARAN
Seperti yang saya ketahui dan rasakan, ikon perbedaan NU dan Muhammadiyah lainnya dan sekaligus menjadi hal klasik (dan berulang) ialah penentuan 1 Syawal sebagai penentu dari hari raya idul fitri dan sekaligus hari terakhir puasa, plus tarawih terakhir.

Sebagai ikon 'utama', soal lebaran ini ditempatkan dengan pintar sebagai alur cerita di ujung-ujung roman, mulai bab III hal 229. Kembali lagi hangatnya perbincangan penentuan  1 Syawal apakah dengan hisab Muhammadiyah) dan rukyat (NU) mengemuka.

Kegalauan perbedaan 1 Syawal juga dipoles secara personal. Ada kejujuran yang terpendam bahwa sebenarnya kedua 'kubu' lebih menyukai jika Lebaran jatuh pada hari yang sama.

Tentu sejuk kan jika gemuruh takbir yang meramaikan langit desa dikumandangkan sejak maghrib yang sama. Tak ada satu merayakan lebaran sedangkan saudaranya masih puasa. Tak ada sindiran haram karena masih berpuasa di hari raya.

Novel ini, roman terbitan Bentang Pustaka Yogyakarta ini, saya bayangkan memang cocok dibaca di bulan Ramadhan. Ada nuansa yang pas, atmosfer yang teduh dan hisapan cerita yang menjerat kita untuk terus dan terus meniti tiap kata tiap jengkal kalimat.

Saya sendiri merampungkan 373 halamannya dalam 3 hari. Awalnya mengira akan selesai selama sepekan dan menargetkan paling cepat dalam empat hari. Alhamdulillah, ternyata lebih lekas lagi :)

Nah, Anda ingin teman bacaan sastra yang cerdas, menghibur, membuka wawasan, pikiran terbuka, ringan tapi tidak enteng-enteng belaka?

Yang bisa membuat dada berdegub, merasakan sesak oleh himpitan cinta dan harapan yang digantung? Juga cerita yang nyaris membuat menangis dan sekaligus terbahak? Roman ini dapat menjadi sahabat Anda :)

#kambingdanhujan #roman #novel

Catatan: roman ini juga menjadi koleksi perpustakaan rumah kami, semoga kelak anak kami juga membaca-menikmati hasil karya kawan Ayahnya, aamiin :)




Thursday, August 2, 2012

Selamat pagi Jakarta ...



Usai sahur, saya memilih menyalakan laptop. Hari-hari sebelumnya lebih sering kembali ke kasur dan bangun siang.

Pertama yang saya tuju ketika browsing ialah Picasa web album. Upload dan merapikan foto yang jumlahnya sudah bejibun di hardisk.

Kedua, baca-baca berita pagi versi online. Kebetulan, saya klik hariandetik.com dan tempo.co

Ketiga, ya posting blog ini setelah nulis terakhir kalinya pada sepertiga pertama bulan Juli. Upsss... terlalu lama bolos posting :)

Browsing dan nulis blog pun sambil nunggu proses unggah foto-foto ke Picasa kelar. Abis ini, agendanya beralih ke beberes rumah.

Bangun pagi ternyata bikin saya bisa mengerjakan beberapa hal :) Mungkin setelah beberes, lanjutin tidur yang tertunda #Lhaaa .... :D

Monday, August 9, 2010

Ramadhan dan Pesta Blogger 2010


My broken English Summary :) : We welcome Ramadhan! I want to enjoy it. It's our first Ramadhan after we married on March 2010. Its our first too after we life in Asofa, Betawi neighbourhood in West Jakarta.

In this area, we can enjoy to shopping snack and fresh drink at afternoon. Not just one shop but long away the street :) 

Btw, after lebaran, there is big event: Pesta Blogger 2010 in October, it take a theme Celebrating Diversities. So have a nice fast and enjoy the PB 2010, Cheers...

***

TINGGAL hitungan jam, saya dan Anda bakal menikmati bulan Puasa.

Sengaja saya memilih menikmati ketimbang menjalankan atau sekadar (bukan 'sekedar') memasuki. Karena saya ingin berpuasa dengan nikmat, ikhlas dan tetap beraktivitas dengan riang gembira bak Pramuka berbaris nih qe3


Friday, September 5, 2008

Temanggung Pesta Tembakau, Sumbing Menyeru-nyeru


Masa panen tembakau di Tembakau tahun ini akan berlangsung lumayan lama, 2-3 bulan. Begitu Kompas Minggu menulis. Bukan soal tembakau sebenarnya yang membuatku teringat tentang Temanggung dengan tembakau yang konon terbaik di Tanah Air. Ya iyalah, kalau bukan terbaik enggak mungkin dua raksasa Gudang Garam dan Djarum membangun jaringan pasokan tembakau di sana.

Kali ini, aku menyebut kabupaten di eks karesidenan Kedu, Jawa Tengah itu karena setahun lalu, tepatnya bulan puasa tahun lalu, kakiku menjejak Gunung Sumbing disana. Bersama karibku, Teguh si anak Administrasi Negara UGM, kami mendaki melalui Parakan. Jalur yang kami pakai dari Pager Gunung dan melalui Cepit. Foto pertama diambil di basecamp kami, tampak di latar belakang adalah Sindoro (3150mdpl). Sindoro sering disebut saudara kembar Sumbing, sebagian kawasan mereka sama-sama masuk wilayah di Temanggung. Bedanya Sumbing lebih besar dan lebih tinggi. Sedangkan Sindoro lebing langsing.

Kami mendaki untuk meramaikan tradisi malem selikuran. Di malam hari menjelang hari ke-21 bulan puasa, masyarakat Temanggung mempunyai tradisi mendaki gunung Sumbing. Kami sih penggembira saja selain karena memang ingin menjajal terjalnya gunung berketinggian 3371 mdpl itu. Sumbing termasuk jenis gunung stratovolcano dan di posisi koordinat 7.384° LS 110.070°.

Kami berangkat dari Jogja pukul 16.30 naik motorku, si Kawasaki Kaze. Ketika tiba di Parakan, Casio-ku menunjuk angka 18.30 saat itu. Parakan sendiri satu kecamatan di Temanggung yang nyaris menjadi kota karena saking ramainya lalu lintas tembakau.

Kami kemudian menuju desa terakhir untuk menitipkan si Kaze ke rumah penduduk. Trek pendakian Sumbing dari jalur Parakan terbilang mudah dijabanin. Soal keterjalan seperti lazimnya gunung lainnya, melelahkan tapi tidak ekstrem. Mengasyikkan sih iya.

Setelah bermalam dan mendirikan tenda di atas kawasan yang disebut, kalau tak salah ingat, Watu Kasur, kami meneruskan pendakian pagi harinya. Setelah berkali-kali istirah

at karena kelelahan, kami akhirnya tiba di kaldera Sumbing pada pukul 09.00 dengan cuaca sangat cerah. Soal cuaca ini, kami sungguh beruntung karena salah satu kekhasan Sumbing adalah kadang kala ada badai besar yang menghadirkan angin yang berputar mengelilingi puncaknya. Kata beberapa pendaki, sering pula badai disertai kilat. Wuihh.... Memang ngeri tapi pemandangan juga sangat indah berupa awan yang berputar cepat, kata mereka. Aku jadi berpikir ulang, apakah sebenarnya kami memang beruntung karena tiada badai atau merugi karena tak sempat menikmati peristiwa alam dahsyat itu.


Kaldera itu lebih mirip lapangan bola bergaris tengah lebih setengah kilometer yang permukaannya berwarna putih keabu-abuan dan datar sedatar muka air. Hal ini karena kaldera Sumbing terbentuk dari kawah yang telah mati dan kemudian mengeras, tak heran jika permukaannya sangat datar. Kawasan kaldera memang luas dan disana terdapat beberapa puncak yang runcing. Menantang untuk didaki.

Di sisi timur kaldera, asap belerang masih terus mengepul dari kawah yang masih aktif. Saya sendiri tak yakin apakah sumber asap belerang itu bisa disebut kawah. Jika iya, maka Sumbing terbilang masih aktif meski tidak seaktif Merapi (2968 mdpl), mungkin Sumbing tengah tidur panjang. Di kawasan kaldera terdapat juga makam leluhur masyarakat Sumbing yaitu Ki Ageng Makukuhan. Disana ada beberapa gua, yang terbesar adalah Gua Jugil.

Puasa Ramadhan dan tulisan Kompas tentang tembakau Temanggung memang kemali mengingatkanku pada Sumbing. Keelokan, kekokohan, dan kepekatan debu kemarau di jalur trek menggodaku untuk mendakinya lagi. Aroma khas pucuk-pucuk tembakau di punggung Sumbing serasa menyeruku untuk kembali menyirami tanah vulkaniknya dengan peluh yang bercucur dan menjejakkan kaki di puncaknya.*