Showing posts with label Coretan. Show all posts
Showing posts with label Coretan. Show all posts

Friday, December 6, 2013

Maha Pemberi





KHOTBAH shalat Jumat hari ini menyoal tentang sifat Maha Pemberi-Nya Allah SWT.

Oya, saya shalat Jumat I Masjid Baiturrahman, kompleks DPR RI, Senayan.

Menurut khatib, begitu banyaknya nikmat dan rejeki yang dilimpahkan pada kita. Saya pun mengamininya. Rejeki materi dan hidup sehat. Rejeki juga berupa keluarga yang ramai dengan canda tawa.

Untuk itu, kita juga harus bersyukur atas nikmat-Nya. Sampai disini, sepintas memang khotbah yang normatif. Tapi lanjutannya itu sukses nyolek hati sanubari saya. #yaiii...


Sunday, July 25, 2010

Nge-blog Santai alias Easy Blogging


English Summary : This time, i want to write an article for my  blog so easy. Like a easy-listening song, maybe we could call it 'easy blogging' hehehe. So ia just tap all fingers on keyboard without tend to write a complex post. 

Sometime we get a writer's block, "Ouch... there's no idea this day!" Wanna to break it, we could find idea from others, such as call a friend and chatted, read magazine, wahtching tv, and blogwalking too here :D

Or, use a help tool that provide trend-keyword searching. Just click Google Trend or news.google.com or news.google.co.id. Of course, take it easy, find a topic that we have enthusiastic on it. Happy blogging and blogging wth smile :)

***

Mungkin padanan kata di atas nggak pas. Maksudnya sih, malam ini pengennya nulis santai.

Kalau saya tempeli kata Enggres, 'easy', ya minjem dari istilah musik: easy listening. Kategori lagu yang gampang dicerna dan enak didengar plus nggak njelimet. Ukurannya apa? Embuh… qeqeqe

Nah, di malem minggu ini, eh udah lewat tengah malam ya? Ndak pa-pa lah kalau terhitung Minggu dini hari. Saya maunya ngeblog yang nggak njelimet tadi itu.


Monday, June 28, 2010

Olala, Aptekindo...

Lagi browsing soal pendidikan kejuruan, eh ndak sengaja nemu tiga lembaga yang menggunakan akronim yang sama: Aptekindo

Pertama, Asosiasi Pendidikan Teknik dan Kejuruan Indonesia
Kedua, Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik Kimia Indonesia
Ketiga, Asosiasi Pengusaha Televisi Kabel Indonesia

qe3

Tuesday, February 2, 2010

Selamat siang dari Batusari




Dari lantai 3 Batusari
















Langit (lagi-lagi) menyapa Jakarta dengan lukisan istimewanya...

Friday, January 29, 2010

Januari

Tiga hari sebelum kalender bergulung.




















Bulan ini kulihat tiga kali mentari sore begitu cantik
Berpijar hangat dari selatan khatulistiwa

Wuihh, sinar putihnya merebut bola mataku dari monitor Samsung
Tiga kali ia berpendar sumringah

Tiga kali pula aku posting blog di bulan ini

Sepertinya bulan depan ia akan mengerling makin genit
Persis papan solarcell,
memberi energi batin dan jari menari di papan ketik

***
Cipaku-Senayan-ESDM Thamrin-Batusari

Tuesday, January 19, 2010

Aceh, Majene dan Papua
















Hari ini aku sudah minum Kopi Brown keluaran Kopiko plus sebotol (isinya aja) Kratingdaeng, katanya biar melek dan ber-chemangat.

Maunya, biar aku segera beranjak ke Bandara untuk terbang estafet ke Aceh lalu besoknya ke Majene. Empat hari disana, sebelum ke Jayapura selama seminggu. Ujung ke ujung, kata orang.

Selintas kutengok langit dari jendela. Birunya bercampur silau matahari dari barat. Adzan ashar sudah 30 menit berlalu. Kini tak ada suara lagi, hening.

Suara alam lalu menguasai rumah ini: air kran menderas di permukaan wastafel dan denting gelas dan sendok beradu ketika ditiriskan di rak piring.

Di mushola rumah di lantai dua, samping kamar bapak, gordyn jendela sengaja kuseret sampai tepi. Sinar mentari sore ini begitu hangat menyirami sajadah yang terbentang.

Angin selatan menyusup lewat jendela, turut mengelus rambutku ketika sujud. Alhamdulillah!

*Cipaku, Selasa sore 16.03

Thursday, October 1, 2009

Detak detik

Waktu berdetak begitu menyenangkan sesiang ini, seharian ini, semingguan ini... Ahh, apa sih yang tidak menyenangkan ketika sehari-hari bersamamu, Han qe3

Wednesday, August 12, 2009

Wijaya!!

Dah semingguan ini di Wijaya, antara Blok M n Mampang, 25 menit dari batusari. Pulang jg segitu juga via Ratu Plaza, belok kiri di fX, Hotel Mulia lurus *ga belok kanan ke Slipi, kejauhan bgt*

Tembus deh belakang Pasar Palmerah/Gramedia, ithik2... tekan Rawa Belong, Binus, lampu merah kekiri 300 m sampe Casa Goya *ga masuk situ :)*, n finish di Batusari.

Monday, July 13, 2009

Bocoran hari ini...

Waktu rapat tadi pagi, ada beberapa pelajaran yg sayang kalu cuman kuingat-ingat:
1. kalo bikin acara press conference yang acara utamanya di dalam gedung, press-con jg sebaiknya dalam gedung.
kasus nih, kelar ninjau pameran di ruang lobby hotel Sahid, direncanakan menteri pertanian datang ke press-con bareng dirjen, gubernur dll, nah ada yg usul press con di ruangan terbuka pojok area kolam renang, PRnya Martha Tilaar kontan menggeleng. "Sebaiknya di dalam ruang. pertama karena ada menteri dan kedua, karena acara utamanya di indoor jg.
bener juga sih kalo beberapa kali press-con, Pak Anton sang mentan kita lebih milih di bawah terik matahari atau tenda, lha iyalah karena acara utamanya peninjauan lapangan di tengah hamparan sawah padi atau kebun kopi. paling jauh ya acara dialog dg wartawan di pendopo: beratap tapi tanpa dinding, semi indoor gitulah.
2. Oya, press con jg ngundang wartawan daerah setempat, so karna kita ga begitu kenal peta media disana, mending minta bantuan atau kerjasama dengan humas pemkot/pemda yg udah kenal secara instusi n personal dengan para wartawan. Bagus juga kita kalo kita punya kenalan wartawan daerah itu dan direkrut jd konsultan media, jadi 'EO' penggerah dan penggerak temen-temen media di daerah itu. Lebih luwes, akrab, dan efektif serta meminimalisir risiko miskomunikasi. acara di lain waktu di kota oti jg bakal lebih enak lagi karena udah py networking media.
3. kalo bikin acara di luar kota, sebaiknya dibentuk panitia lokal yang menangani koordinasi di tempat acara, misalnya: mengurusi stand pameran, kontak dg hotel, MC lokal, merekrut panitia lokal, kebutuhan transportasi-logistik, dan agenda tambahan yg mendadak plus guide terpercaya kita pas sesi jalan-jalan qe3
***

Wednesday, July 1, 2009

Pahlawan!

Jujur, pertama sih pengen ngasih judul ‘hero’. Sepertinya lebih mantaf, pelafalan gampang, singkat dan jelas-jelas bahasanya mas Beckham. Setelah miringin kepala ke kanan kiri, ‘pahlawan’ juga tetap bahkan lebih kuat, segar dan membumi.

Selebihnya, cuma persoalan kebiasaan. Juga, terus terang sambil malu-malu, sebagian isi hati ini, koq berasa bangga bisa ngingris-inggris. Latah nih! Paling jauh sebenarnya perasaan bangga juga cuma sugesti.

Ah, ngomongin soal pahlawan juga karena sisi nasionalisku baru saja tersentil. Atau malah tepatnya tersentak (lagi). Jumat malam kemarin, barusan nonton King bareng hanih. Ini film terbaru rilisan Alenia Production. Film bagus yang bertutur tentang keteguhan hati atlit cilik badminton. Perjuangan meraih cita-cita sealigus obsesi seorang orang tua tunggal menjadikan anak semata wayangnya jadi bintang olahraga populer itu.

Tejo, sang ayah (Mamiek Prakoso) pun menamai anaknya sama dengan nama lokal sang legenda Lim Swie King, yaitu Guntur (Rangga Raditya). Belia, masih anak SD. Ia anak desa pelosok di kaki kawah Wijen. Malah, saking pelosoknya hanya mobil Mitsubishi L300 dan Land Rover double cabin yang mampu menapaki jalan berbatu dan merayapi tanjakan menuju desa itu.

Bagi sebuah desa yang senantiasa berselimut kabut, badminton menjadi satu-satunya hiburan. Selain buat tontonan juga untuk salah cara efektif menghangatkan badan. Tak pelak, selain tayangan tv, pertandingan antar warga jadi tontonan mengasyikan. Nama-nama yang malang melintang di arena badminton akrab mereka dengar dan perbincangkan sebagai idola, panutan dan hero eh pahlawan.

Ayah Guntur juga memiliki pahlawan di hatinya. Ia berhak memilih King sebagai panutan dan idola, bukannya memilih seorang Soeharto atau Soedirman. Malah, Tejo pun memimpikan prestasi Lim Swie King menitis pada Guntur. Pun orang lain, berhak juga menggadang-gadang seseorang sebagai yang dipuja dan diharap-harap prestasinya.

Raden (Lucky Marten), sobat kental Guntur, juga memiliki pahlawannya sendiri. Nggak lain ya Guntur itu. Teriakan Raden paling melengking setiap Guntur bertanding di lapangan desa, melawan Ranio seorang staf kelurahan yang jauh lebih dewasa ataupun teman sebaya Guntur pada pertandingan antar sekolah. Sosok Raden tak berjarak dengan para tifosi Liga Italia atau hooligan Liga Inggris dan Belanda. Ia bolelah dibilang sefanatik bebotoh Persib atau semilitan Jak Mania. Semua untuk Guntur, berkali-kali perbuatan dosa pun ia jalani demi raket untuk pahlawannya. Toh kalau ketahuan, Guntur lah yang jadi pesakitan: squat jump 100 kali dan lari 50 putaran.

Menyimak bahasa visual dan dialog King, plus soundtrack menghentak dari Ipang soal perjuangan dan nasionalisme membela harga diri bangsa, aku sempat terpaku. Seperti waktu nonton Laskar Pelangi. Terpapar jelas langkah-langkah anak bangsa bahu membahu menyokong sehabatnya. Dengan caranya sendiri dan bahasanya sendiri yang kadang atau sering ditangkap lain oleh karibnya sendiri.

Guntur sah-sah saja bilang kalau Raden hanya berteori selama ia mendampingi Guntur berlatih atau terlalu banyak berharap ia begitu tangguh. Guntur juga bisa merasa terbebani oleh obsesi bapaknya agar anaknya selalu menang dan menang. Nah kalau dilihat dari sisi Raden dan bapaknya, juga orang-orang sedesa, justru mereka menitipkan mimpi setinggi langit atau paling nggak setinggi lompatan smash karena Guntur satu-satunya pahlawan desa pelosok itu.*

Rabu malam

Coklat bubuk yang kudapat dari Tangerang telah ludes. Tak ada teman minum lagi malam ini. Teh, aku sudah bosan. Air putih sajalah. Sekalian mengurangi konsumsi gula.

Kuteruskan membaca artikel hasil download tadi sore di warnet.

Otak ini memang mesti istirahat. Bukannya dibawa tidur tapi malah melongok tulisan kawan di blog masing-masing dan catatan di FB.

Gerutuan Tarli soal GM kubaca pertama kali lalu oleh-oleh Zen dari Taman Sari dan Gunung Agung.

Wah, kangen Jogja tenan ki!*

Sunday, June 21, 2009

Sudut Jatinegara

Coklat bubuk yang kudapat dari Tangerang telah ludes. Tak ada teman minum lagi malam ini. Teh, aku sudah bosan. Air putih sajalah. Sekalian mengurangi konsumsi gula.

Kuteruskan membaca artikel hasil download tadi sore di warnet.

Otak ini memang mesti istirahat. Bukannya dibawa tidur tapi malah melongok tulisan kawan di blog masing-masing dan catatan di FB. Gerutuan Tarli soal GM kubaca pertama kali lalu oleh-oleh Zen dari Taman Sari dan Gunung Agung.

Wah, kangen Jogja tenan ki!*

Wednesday, June 17, 2009

Dendam!

Bagi saya, mengamini celetukan kakak lelaki kedua, Soeharto dan Orde Baru itu nothing, sayang Pak Tua itu sudah mampus. Dia bisa bilang, antek-antek PKI dan bahaya laten komunis harus ditumpas sampai ke akar-akarnya. Orba sendiri juga punya dan memelihara antek-antek yang kalau kini masih meger-meger, ya karena duitnya bisa membeli hukum.

Jaman berganti masa tapi Soeharto di neraka sana juga mesti tahu, kalo antek-antek Orba sampai sekarang masih saja cari muka. Bergaya pahlawan kesiangan sok Pancasilais taik kucing.
Ibu saya dulu PNS guru SD, kini sudah almarhum. Jaman ontran-ontran G30S, dalam obrolan antar teman sesama guru, Ibunda saya pernah nyeletuk:

“Wah, eRPeKAD kejam-kejam banget. Nangkepin orang trus nginjak-nginjak!” katanya merujuk tentara dari satuan RPKAD, kini Kopassus, yang ‘menjemput’ orang-orang yang dicurigai anggota PKI atau anggota organisasi yang berafilasi pada PKI seperti Gerwani dan BTI.

You know lah. Jaman segitu, seseorang bisa keciduk dan menghilang hanya gara-gara laporan sepihak. Yang terlapor bisa saja nggak ada sangkut pautnya dengan partai terlarang (oleh Orba) itu. Yang melapor pun tahu itu, tapi karena sentimen, iri dan dengki oleh banyak sebab seperti karir atau sengketa tanah, atau ingin menunjukkan kesetiaan pada negara (baca: Soeharto dan Orba), lantas cuma bermodal cangkem dan telunjuk jari sudah bisa mengirim tetangga atau kerabatnya sendiri ke bui. Pun dengan seseorang bajingan yang Ibunda sendiri tidak pernah memberitahu namanya pada saya. Yang pasti, antara orang itu dengan Ibunda saling kenal.

Dalam hitungan minggu, Ibunda saya dipanggil pihak keamanan. Yang jelas bukan polisi tapi militer yang bajunya ijo-ijo itu. Interograsi berjam-jam dan berulang kali meninggalkan kewajiban mengajar makin menyurukkan nama baiknya. Semua teman guru sudah mendengar kabar kalau Ibunda kena wajib lapor, istilahnya mel (dari bahasa Belanda: melden/melapor) dan menjadi bahan bisik-bisik karena ini isu sensitif dan tepat buat sekawanan manusia iblis yang suka bertepuk tangan di atas penderitaan orang lain.

Ikutan membela? Sama saja dengan bunuh diri. Seperti sang pelapor, jaman segitu panji-panji oportunis memang lagi-lagi mengangkasa. Siapa tahu naik pangkat jadi kelapa sekolah atau penilik, wow status priyayi pun pantas disandang!

Alhamdulillah, Ibunda saya secara defacto dan dejure bersih dari stempel keji itu. Sayang, noda sejarah telanjur membekas pada nama baiknya sebagai pribadi dan PNS. Lebih-lebih lagi, membebaninya seumur hidup. Keputusannya untuk pensiun dini pun tak lepas dari pengalaman pahitnya, beliau mengajukan pensiun dini dan dikabulkan pada usia 50 tahun ketika saya masih kelas 5 SD, sekitar tahun 1987-88.

Menurut penuturan kakak perempuan saya, Ibunda merasa status kepegawaiannya masih bisa diutak-atik oleh orang-orang yang dengki, maklum tahun itu Soeharto dan Orde Barunya sedang sakti-saktinya. Untuk sekawanan penjilat, membuat orang lain kelimpungan mengurus status bersih diri secara politik, mungkin memuaskan. Siapa tahu masih laku buat naik jabatan atau mempererat perkawanan dengan aparat. Akhirnya, mumpung sedang tidak ada gejolak dan pas menjelang usia ke 50, Ibunda mengajukan pensiun dini. Syukurlah, tidak ada masalah.

Jangan dendam!
Untuk mengisi masa pensiun, Ibunda makin aktif di kegiatan kampung: pengajian, arisan, PKK, Dasawisma dan organisasi persatuan pensiunan PNS, namanya saya lupa. Daya jelajahnya pun meluas, sering beliau ikut mengaji hingga masjid kampung sebelah. Teman-temannya seabrek-abrek sampai-sampai orang bilang: kalo ndak ada Bu Nur, arisannya sepi. Atau, Bu Nur mesti disamperin biar pengajiannya rame!

Ketika Ibunda meninggal dengan tenang pada 1 Februari 2003, di tengah kesedihan mendalam, saya merasa terharu sekali. Orang-orang yang melayat banyak sekali, sebagian besar tidak saya kenal karena mereka datang dari kampung-kampung sebelah, para jamaah beberapa masjid tempat Ibunda mengaji dan juga teman-teman Ibunda sesama pensiunan PNS. Masih melekat di ingatan, Ibunda selalu berpesan agar tiap Sabtu malam, selarut apapun, saya harus pulang karena subuh keesokan harinya beliau minta diantar ke masjid di Jalan Parangtritis selatan kampus Stikers, untuk pengajian Ahad pagi.

Menyoal banyaknya pelayat, kakak perempuan menghibur saya usai pemakaman: “Tadi lihat kan, yang layat sebegitu banyak. Itu jadi tanda kalau Ibunda memang dicintai banyak orang. Ibunda pasti tenang disana dan kamu juga harus rela. Ikhlas!” kata kakak. Waktu itu dia meneruskan, “Ibunda pernah pesen buat aku dan anak-anak yang lain: jangan dendam! Apapun keadaan Ibunda di masa lalu, jangan dendam karena Ibunda sudah merelakan semua.” Aku mengangguk tanda mengerti.

Mereka mengusik lagi…
Tapi, setan Orde Baru masih saja merasa eksis di jaman (yang katanya reformasi) ini di mana mereka seharusnya menyembunyikan muka di balik pantat mereka sendiri. Sekian bulan lalu, 11 tahun setelah Orba tumbang, hampir 2 tahun setelah Soeharto berkalang tanah, kakak perempuan kedua saya yang juga PNS guru SD membawa ‘oleh-oleh’ dari tempatnya mengajar: ada seorang guru senior yang bertamu di sekolahnya. Si guru senior itu bilang pada kakak saya.

“Kamu anaknya Bu Nur kan (ia kemudian menyebut nama lengkap Ibunda)?”

“Inggih Pak,” jawab kakak dengan sopan menilik usia si penanya seumuran dengan Bapak saya.

“Aku sebarakan (sebaya) dengan Ibu dan Bapakmu,” paparnya dan lanjutnya tanpa tedeng aling-aling, tanpa basa-basi:
“Aku tahu persis Ibumu dulu ‘terlibat’!” katanya yakin.

‘Terlibat’ adalah istilah khas untuk menyebut orang-orang yang tersangkut paut dengan organisasi partai terlarang (oleh Orba) itu.

Sebagai salah satu pilar penegak kehormatan keluarga, kakak saya menjawab.
“Itu fitnah. Ibu tidak ada kaitannya dengan hal itu. Dan sudah terbukti secara hukum kalau Ibu memang bersih!” jawab kakak.

Si guru senior itu menjawab dalam diam lalu melengos. Ada pesan intimidasi tersirat dari kata-kata dan ekspresinya, terkirim pada kakak saya mengingat kakak juga seoang PNS. Apapun fakta hukum, sosial dan politik, seolah si guru senior itu tak peduli, baginya sekali stigma politik itu menempel, selamanya akan tetap berlaku. Pun bagi anak-anaknya.

Ketika menuturkan peristiwa itu pada saya dan kakak-kakak yang lain, kakak saya bercerita dengan tenang. Datar. Tanpa ekspresi gusar. Memang begitulah seharusnya karena kami yakin Sang Hakim Agung yang akan membalas sang penjilat, pefitnah dan para tukang tepuk tangan.
Saya sendiri sudah berjanji untuk tidak mendendam. Biarlah hukuman dari Yang Diatas mendera mereka di saat tawa mereka berderai, ketika wajah bengis nan sinis meringis dan saat tepuk tangan dalam hati mereka merayakan fitnah yang menimpa Ibunda dan kami sebagai anak-anaknya.

Oya, di mata saya, mereka itu para fatalis Orba, fakir akan empati, menghamba pada berhala stabilitas masa keemasan Soeharto yang sebenarnya semu serta miskin soal sejarah dalam konteks sosial politik Orba.

Zaman berganti rezim, Pemilu Capres kurang dari sebulan lagi, dan penjilat-penjilat baru pun lahir. *GBU, hati-hati di jalan.

Sunday, June 14, 2009

Blog Contest!!!

Kabar baik neh, spesially buat aku yang lagi posting2 blog setelah puasa luamma qe3 Ada blog contest neh, lumayan banget lah kalo ngeliat hadiahnya, paling nggak buat penyemangat:

1 Unit Notebook Acer Aspire
1 Unit Netbook Advan A1N70T
1 Unit Camera Digital Shitel DB702C
5 Unit Modem HSDPA Prolink PHS100
10 Unit USB Flash Disk Kingston DT-G2 Kapasitas 8GB
100 Unit USB Flash Disk Kingston DT-G2 Kapasitas 4GB

Lengkapnya, klik aje:
http://mareasspy.blogspot.com/2009/06/blog-contest.html

Wednesday, April 29, 2009

Hai Bung, ini dah penghujung April...

Yess, dan aku dah luama ga posting. kemaren banyak ketemu orang n banyak kisah. atu-atu ye he-he-he. Semangat!

Monday, February 16, 2009

Horoskop FB hari ini

Fitur horoskop di FaceBook, buatku, selama ini ngaco. Yah, just hiburan aja. Nah horoskop hari Senin ini nggak kayak adat biasanya. Bilangnya gini nih:

Inung,
You have strongly romantic energies right now. If you are single, a friend may introduce you to someone, but they may just as easily suddenly confess a romantic interest in you themselves. There could be a profoundly healing and positive change in your love life.

*strongly romantic energies right now: Absolutely fact! setelah jalan2 di hari minggu ke satu titik di Ibukota dengan catatan di pedometernya menunjuk angka 10.317 langkah dan jarak 4,1mil/ sktar 7 km. qeqeqe

*they may just as easily suddenly confess a romantic interest in you themselves: yeah meski bukan 'mereka' (jamak) karena sebenarnya satu orang saja yang sebelumnya berteman sekarang malah ... jump to up level relationship :)

*There could be a profoundly healing and positive change in your love life: OMG! its next true thing. Healing? yeah setelah sekian peristiwa kemarin ituh. Dan, satu perubahan ini moga membawa sesuatu yg happening, yg today bgt.

Kata simbahku dulu, horoskop atau primbon atawa semacamnya boleh dibilang utak-atik gathuk, kebetulan aja pas. Selebihnya, jalani saja! ^-^

Met hari Senin, love this Monday...

Tuesday, December 2, 2008

SemaNgat!!!

Abis jalan-jalan biar gape nulis cepat ke http://www.rayakultura.net punyanya mbak Naning Pranoto. Wuaahhhhhh...Lets Go!!!

Wednesday, October 29, 2008

Senja di Gunungkidul

Mengulik senjanya Hayu, aku jadi teringat lagi sepotong senja yang aku sesali hingga kini. Waktu itu otw pulang dari hunting foto di Wanagama, Gunungkidul, bareng Zen, 2 Januari 2004.

Di sebuah kelokan menjelang tikungan Irung Petruk, masih di tlatah kawasan karst itu, Zen menempuk pundakku yang sedang memainkan stang Kawasaki Kaze. Dia menunjuk semburat senja di horizon sebelah kiri kami.

Kulirik sekilas, busyet dah. Biru gelap, oranye, merah tua begitu gagah dengan siluet hijau gelap dari pepohonan yang maliuk-liuk mengikuti alur perbukitan. Yupss, bener2 gagah karena dominasi biru gelap itu.

Sayang, aku enggan menarik tuas dan menginjak rem. Aku lelah sekali dan hari menjelang gelap, alasanku saat itu. Lagian, memori Kodak C7220 udah habis. Meski film di Nikonnya Zen mungkin masih tersisa 2-3 frame.

Hmm, keengganan yang kusesali setiap kali semburat oranye senja menerpa wajahku.
Btw, trims untuk mentor fotografiku, Adrozen Ahmad :)

Tuesday, October 14, 2008

Syukuran Produksi Film Kambing Jantan the Movie

@ Gaul ed. #40, 13-19 Okt 08

Fenomena ngeblog (blogging) ternyata menarik untuk diolah jadi sebuah film drama komedi. Situs internet yang biasanya diisi dengan uneg-uneg pribadi namun terbuka untuk dibaca banyak orang itu emang udah booming sejak lama. Vito Production rupanya tergelitik ngangkat salah satu blog yang fenomenal yaitu kambing jantan. Sang pemilik blog adalah Raditya Dika yang bakal berperan sebagai dirinya sendiri.

Sebagai penanda dimulainya syuting, Vito Production menggelar syukuran produksi film Kambing Jantan the Movie di Dapur Sunda, Cipete (10/10). Acaranya komplit dengan potong tumpeng bareng tim produksi. Rudi Soedjarwo sebagai sutradara motong tumpeng pertama kali lalu diserahkan pada Dika. Artis pendukung film seperti Herfiza Novianti, Sarah Savitri dan Edric Tjandra tampak kompak ngumpul meramaikan acara sekaligus mohon doa restu.

Meski sekilas seperti cerita yang diadaptasi dari novel ternyata film ini nggak bener-bener mutlak bersumber dari isi blog dan novel udah duluan terbit. “Cerita film ini bukan adaptasi dari blog atau novel. Ini semacam versi tambahan,” terang Raditya waktu Gaul nyamperin doi. Potongan terbesar kisah dalam film yang bergenre drama komedi ini seputar pengalaman Dika dan Harianto yang diperanin Edric Tjandra selama kuliah di Universitas Adelaide, Australia. Buat pengambilan gambar selama 10 hari disana, Dika dan Edric terbang ke negeri Kanguru itu pada Senin, 13 Oktober 2008. (teks&foto: inunx @ Gaul)