Kokpit helikopter, menuju Kediri. |
Dua hari sebelum berangkat ke Surabaya, saya sudah diberitahu kalau rombongan kami akan diterbangkan menggunakan helikopter. Meski sudah tahu, tetap saja dag-dig-dug karena nantinya itu akan menjadi pengalaman pertama terbang bersama si baling-baling besi.
Akhirnya, Hari-H pun sampai juga. Kami berangkat dari bandara Halim, Jakarta ke Juanda, Jawa Timur menggunakan pesawat komersial. Rehat hanya 15 menit di ruang transit VIP, kemudian diarahkan ke helipad.
Helikopternya berwarna merah dan putih. Pilot menyambut kami dan para kru membantu memasang sabuk keselamatan serta headse over the ear. Itu lho, headset yang menutupi seluruh telinga agar suara bising mesin heli tidak terlalu memekakkan telinga.
Kami berenam. Ditambah pilot dan kopilot, jadi total 8 orang di dalam heli.
Benar saja. Begitu mesin dihidupkan dan baling-baling berputar, suaranya memang keras. Cenderung kering.
Jadi kalau kebayang suara heli itu seperti di film-film action yang kedengarannya ngebas... uwuuk uwuuk uwwwuuukkk ... ezeekkk zheekkk zheekkkkk.... itu tidak pas dengan aslinya yang cempreng banget. Kasar malahan.
Helikopter take off dengan nungging terlebih dulu ke depan. Rada bergoyang-goyang ke kiri kanan pula. Saya yang pertama kali naik heli (dan mungkin beberapa penumpang lainnya), berusaha memasang ekspresi tenang meskipun juga nahan napas, tentu saja berdoa :)
Setelah 10 meteran atau ketinggian dua lantai rumah, mulai deh stabil dan makin tinggi makin stabil. Selanjutnya terbang bergerak maju meninggalkan helipad. Tampak di bawah para protokoler dan pengantar mendongakkan kepala memastikan kami berangkat dengan lancar. Syukurlah.
Helikopter terbang di ketinggian sekitar 200-300 meter. Mula-mula lansekap perkotaan Surabaya dan Sidoarjo tampak jelas dan berangsur pedesaan.
Lumpur Sidoarjo
Lintasan terbang melewati pula kawasan Lusi, Lumpur Sidoarjo. Belasan jepretan dari Canon merekam gambar yang dibidik lensa Tamson 18-270mm.
Zoom in zoom out bekerja sempurna. Gambaran lansekap terekam di memory. Saya menjadi makin paham betapa luas lahan terdampak.
Rel kereta dan lalu lintas jalan di samping Lusi juga terlihat dari helikopter. Ya, aktivitas warga berjalan terus.
Laju helikopter terus mengarah ke selatan, atau tepatnya barat daya. Pemandangan sawah semakin banyak mendominasi.
Di mana-mana tampak hijau. Berselang-seling dengan hijau kebun dan tera kota atap rumah-rumah.
Makin mendekati Kediri, kota tujuan kami, helikopter berangsur terbang rendah. Di pabrik rokok legendaris dan yang menjadi ikon kota ini, kami pun mendarat dengan selamat. Alhamdulillah. Hari itu saya jadi tahu bagaimana rasanya naik heli hehehe
Usai 2 jam di pabrik itu, kami kembali menggunakan helikopter yang sama ke Juanda. Kali ini saya tidak deg-degan lagi hehehe.
Oiya, rombongan lain yang menggunakan jalur darat ke Surabaya memerlukan waktu 2,5 jam. Sedangkan kami cukup 30 menit. Itu hanya sekadar untuk komparasi sih hehehe.
Salam dari udara :)
Yang berikutnya, numpang baling-baling besi di Koreaaa... dari Incheon ke Gwangyang.
jadi ingin coba naik helikopter. sepertinya seru
ReplyDelete