Alun-alun Kraton Jogja, Malioboro dan Kantor Pos. # inung gunarba |
DI ujung Indonesia, saya bersua lagi dengan rekan kerja. Kami saling kenal sudah lama, kenal nama saja dan dulu belum sempat berbincang.
Baru di sore itu, kami ngobrol lagi. Ealah ternyata kami satu kampus dulu-dulunya, satu fakultas malah.
Bedanya, kami berlainan angkatan. Ketika saya ngantri pendaftaran ulang masuk UGM, dia barusan wisuda.
Beda lainnya: saya lahir di Jogja, dari main kelereng sampai mainin hati orang juga di kota itu :P.
Sedangkan dia bermarga Batak, lahir di Tapanuli, SD di sana, jaman SMP-SMA di beberapa pesantren juga di Sumatera Utara.
Oiya, bersama meriung di ruangan yang sama adalah beberapa petinggi industri otomotif dan salah satu pembantunya Pak Joko.
Ketika Pak Dirut bertanya pada kakak angkatan saya itu tentang bagaimana rasanya to kuliah dan tinggal di Jogja (dia bertanya karena dulu hampir kuliah di Jogja, tapi nasib mengantarnya ke Bandung, "Papa nyuruh milih Bandung". Sepertinya beliau masih penasaran hehehe)
Nah, jawaban dari senior saya itu bikin saya termangu. Juga merenung.
Katanya: "Jogja mendidik saya bagaimana membawa diri."
Dulu tinggal dimana? sistem asrama ya? Pak CEO bertanya lagi.
"... sengaja memilih tinggal di kampung, lingkungan perkampungan. Kos sih iya, tapi bukan yang di rumah kos. Saya ngekos di rumah biasa."
Obrolan lantas kemana-mana. Ujungnya sudah tak kembali ke pangkal.
Kepada saya, dia melanjutkan cerita pernah tinggal di Karangkajen, agak jauhlah dari kampus.
Kamarnya di sayap rumah yang punya. Jadi tetap ketemu muka, ngobrol dengan lingkungan sekitar.
"Pernah juga di Pogung dan Kali Malang, deket IKIP sekarang UNY ya. Sama juga, nyampur dengan Pak RT dll."
"Karena Jogja, alhamdulillah, saya bisa diterima di lingkungan mana-mana. Kalau orang bilang, mata uang yang bisa diterima dimana-mana itu kejujuran, kalau saya tambahin satu lagi: unggah-ungguh."
Dia juga ngingetin: jangan tanya teorinya ya, karena dia sendiri tidak tahu, susah... "tapi saya rasa karena pengaruh lingkungan jaman kuliah dulu. Membawa diri yang gimana, kalau yang saya rasakan ya dari segi bagaimana kita memperlakukan orang lain, juga soal memegang dan membayar kepercayaan. Modal saya dari dulu hanya kepercayaan dan unggah-ungguh."
Di ujung Indonesia itu, saya bersyukur :)
###