Thursday, August 28, 2025

Lari: Antara Hobi, Gengsi, dan Risiko

Belakangan ini saya melihat semakin banyak teman-teman yang mulai menekuni olahraga lari. Ada yang dulunya rajin nge-gym, gowes, atau main basket, sekarang sebagian beralih ke lari.

Uniknya, ada fenomena yang bisa disebut “segregasi olahraga”—seakan-akan ada kasta antar cabang olahraga.

Mirip seperti perdebatan antara penikmat kopi single origin dengan peminum kopi sachet: sama-sama kopi, tapi saling meledek.

Saya tidak masalah dengan tren lari. Justru bagus. Ada yang bilang FOMO (fear of missing out), tapi jangan salah—banyak juga pelari yang serius dan ideologis.

Menariknya, dulu ada yang menganggap lari itu olahraga tanpa nilai karena tidak butuh alat. Kalau tidak ada perlengkapan, tidak ada yang bisa dipamerkan. Padahal zaman dulu cukup kaos, celana, dan jam tangan sederhana dengan stopwatch.

Sekarang? Dunia lari sudah penuh dengan apparel dan gadget yang harganya bisa bikin geleng-geleng kepala. Fenomena “joki Strava” jadi bukti nyata bahwa gengsi dan validasi ikut bermain.

Di beberapa grup lari, sering muncul postingan seperti “masih pemula nih, baru bisa pace 4, 5, 6.” Bagi generasi awal FB Group Indo Runners, gaya posting semacam itu sering disebut humble bragging. Artinya, merendah untuk meninggi. Lucu juga melihat pola yang berulang.

Tapi ada satu hal penting yang sering dilupakan: lari bukan olahraga yang sepenuhnya aman, apalagi bagi yang mulai serius di usia 35, 40, atau 45 tahun.

Risiko kesehatan selalu ada, dan sudah banyak kasus orang yang mendadak kolaps ketika memaksakan speed atau jarak.

Sederhana saja: latihan lari harus bertahap dan terukur. Dengarkan tubuh sendiri lebih penting daripada mengejar likes dan komentar tepuk tangan di media sosial.

Jadi, buat yang baru mulai, jangan lupa warming up, jangan skip cooling down, dan jangan hanya lari demi gengsi atau ikut-ikutan komunitas kantor—apalagi kalau bos juga ikutan lari.

Kalau ada istilah “karier ketawa,” mungkin kita juga bisa menyebut fenomena ini sebagai “karier lari.” #eh

No comments:

Post a Comment