Mengulik senjanya Hayu, aku jadi teringat lagi sepotong senja yang aku sesali hingga kini. Waktu itu otw pulang dari hunting foto di Wanagama, Gunungkidul, bareng Zen, 2 Januari 2004.
Di sebuah kelokan menjelang tikungan Irung Petruk, masih di tlatah kawasan karst itu, Zen menempuk pundakku yang sedang memainkan stang Kawasaki Kaze. Dia menunjuk semburat senja di horizon sebelah kiri kami.
Kulirik sekilas, busyet dah. Biru gelap, oranye, merah tua begitu gagah dengan siluet hijau gelap dari pepohonan yang maliuk-liuk mengikuti alur perbukitan. Yupss, bener2 gagah karena dominasi biru gelap itu.
Sayang, aku enggan menarik tuas dan menginjak rem. Aku lelah sekali dan hari menjelang gelap, alasanku saat itu. Lagian, memori Kodak C7220 udah habis. Meski film di Nikonnya Zen mungkin masih tersisa 2-3 frame.
Hmm, keengganan yang kusesali setiap kali semburat oranye senja menerpa wajahku.
Btw, trims untuk mentor fotografiku, Adrozen Ahmad :)
senja memang selalu membawa kebahagian dengan caranya sendiri..
ReplyDeletemakanya saya suka sekali memandang semburat lembayung senja :)
salam