Saturday, March 17, 2018

Libur


Hari minggu besok, tepat satu pekan saya vakum berlari pagi. Masalah pencernaan enam hari kemarin masih menyisakan begah dan rasa 'kagak enak'.

Padahal trek depan rumah hingga belakang sana sangat nyaman untuk lari thimik-thimik, interval running, hingga tempo run.

Bahkan ada beberapa ruas trek lurus 100 meter yang asoy banget buat sprint. Juga tanjakan dengan liukan kanan kiri di ujung kampung.

Mungkin ini waktunya untuk ngaso, bersyukur, merenung dan mengisi hari akhir pekan dengan: umbah-umbah dan ngepel 😀

Stay active, keep on moving. Alhamdulillah 😊

Friday, March 16, 2018

Tocquevillian: Komunitas dan Rasa Aman

Fenomena beberapa individu membentuk komunitas sejatinya sudah ada sejak zaman old. Namun, saya baru ngeh belakangan ini. Mungkin karena jenis kelompok dan unsur kesamaan yang membentuk kelompok lumayan dekat dengan saya, minimal saya menjadi pengguna jasa mereka.

Apa itu? Komunitas pengojek daring alias ojek online berdasar wilayah atau lebih spesifik lagi berdasar kesamaan tempat tongkrongan atau pangkalan.

Grab Puri Kembangan (Gepruk), Komunitas Gojek Monas (KGM), Cijantung Uber Community (CU-Com), Paguyuban Ojek Online Palmerah dan lain-lain adalah sebagian dari komunitas atau kelompok yang terbentuk karena kesamaan profesi dan titik lokasi.

Lantas, apakah mereka dibentuk (atau terbentuk) karena kesamaan identitas? Di permukaan, memang iya.

Di sisi lain, jika kita coba perluas lagi, kita bisa meminjam pendekatan sosiologis. Kelompok dan komunitas itu dapat disebut termasuk perilaku sosial Tocquevillian.

Istilah ini dipahami untuk menunjuk kepada lahirnya suatu asosiasi untuk memberi proteksi, rasa aman dan lebih jauh lagi mendorong kemandirian. Baik kemandirian posisi tawar maupun independensi terhadap kelompok lain maupun terhadap struktur di atasnya, misalnya pihak manajemen ojen online.

Sementara, 'kelompok lain' bisa jadi pengemudi ojek konvensional alias pangkalan. Bisa juga aparat dan kelompok informal lain: preman kampung setempat hehehe.

Wajar, jika saya coba meraba-raba dan berada di posisi mereka: bergabung dalam komunitas ojek online memberi rasa aman dan juga solidaritas. Ada rasa bahwa 'ada kawan-kawan yang selalu ada dan siaga membantuku."

Simbol
Berkomunitas juga mememerlukan simbol atau penanda identitas. Yakni, stiker yang tertempel di batok lampu depan, sayap motor samping, sepatbor depan maupun belakang.

Posisinya bisa di mana saja asalkan mudah terbaca. Namanya juga penanda identitas, layaknya pin nama di dada atau baju kerja.

Di luar ojek online, kecenderungan Tocquevillian juga dapat kita temui di klub atau komunitas lainnya. Ambil contoh klub otomotif, komunitas penghobi burung, mancing maupun paguyuban warga komplek perumahan tertentu :)

Untuk yang terakhir, selain sebagai identitas, juga memudahkan staf keamanan/satpam/ security kompleks mengenali dan mengidentifikasi lalu lalang kendaraan yang keluar masuk portal gerbang kompleks. Lagi-lagi, paguyuban dan komunitas bertujuan untuk 'menjamin' rasa aman :)


Wednesday, March 14, 2018

Tsingtao Beer: Menyesap bir Tiongkok di Tanah Kelahirannya


Perjalanan ke Qingdao beberapa waktu lalu lumayan panjang. Saya menyambangi beberapa pabrik produsen televisi, handphone, peralatan rumah tangga, dan juga pabrik otomotif produsen mobil Wuling, serta ke obyek wisata.

Dan, tentu saja mencicipi kuliner khas kota di Tiongkok atau China timur itu.

Salah satunya ialah bir Tsingtao.

Ada banyak referensi tentang sejarah dan perjalanan produksi bir ini. Bertebaran di Google.

Saat berkunjung ke sana, bir ini menjadi minuman kebanggaan tuan rumah, semacam Kadin atau asosiasi pengusaha.

Setelah sekian banyak urutan makanan pembuka dan makanan utama hingga penutup, lantas ujungnya adalah dituangkannya bir ini ke gelas kami.

"Bottom up, bottom up, bottom uuppp...!" teriak mereka menyemangati kami untuk menenggak hingga tandas. Ungkapan itu berarti agar kita menghabiskan bir di gelas tanpa sisa. Lalu, kawan sebelah akan menuangkan porsi kedua hehehe.

Ke Qingdao, angkat sekali lagi gelasmu kawan ( -- meminjam sepenggal bait 'Di Sayidan'nya Shaggy Dog -- ) :) :D

Sunday, March 11, 2018

Ketika saya berlari...

Olah raga lari telah menjadi kegiatan yang saya sukai. Secara umum, sudah jelas manfaatnya bagi kesehatan, pun begitu untuk menyegarkan pikiran dan mood alias suasana hati.

Dengan kata lain, lari menjadi salah satu sarana rekreasi saya. Selain makan dan jalan-jalan.

Saat berlari, saya menyukai melihat pemandangan di jalur lelarian. Tidak hanya alam tapi juga apapun yang ada di kanan kiri trek.

Meskipun yang saya sukai adalah pepohonan namun saya juga melihat di sisi jalur. Apapun itu.

Kucing yang lagi mandi matahari, ayam jantan yang nangkring di pagar, emak-emak (muda) yang lagi menyuapi baby, bapak-bapak yang lagi nyuci mobil dan lain-lain. Dan tentunya juga langit biru.

Indera dengar juga saya manjakan dengan memasang earphone tersambung ke HP. Lagu-lagu terbarunya Ed Sheeran, Rihanna, Ariana Grande menjadi favorit saya.

Jika butuh selingan, misalnya pada menit ke-30an, kadang saya sengaja melepas eaephone untuk mendengarkan suara alam. Desiran angin dan nyanyian daun-daun rumpum bambu.

Kala berlari, saya juga suka menyesap aroma khas pagi hari. Segarnya uap pagi, daun dan tanah basah sehabis hujan semalam.

Di lintasan yang dihimpit rumput tinggi atau cemara, saya juga sering iseng menyentuh daun dan batang muda pepohonan.

Juga aroma nasi uduk dan bakaran batok kelapa uda pemilik nasi padang bersiap membakar ikan atau ayam dagangannya. Maklum, jalur lari saya bukan stadion tapi trek kampung :)

Ketika jogging baik pagi maupun sore, saya juga suka sengaja menyapa sesama pelari meskipun belum atau bahkan tidak kenal.

Sekadar mengucap, 'mari Pak' atau 'lari omm?' menjadi ikhtiar untuk tetap menjadi manusia sosial dan waras yang bersilaturahmi, dan bukan pelari yang mengasingkan diri dari lingkungannya.

:)


Wednesday, March 7, 2018

Buku dan blog

"Suka menulis di blog, ojo lali membaca buku."

Itu pesan untuk saya sendiri siang ini ketika dalam perjalanan ke Jakarta dari Bogor, naik kereta. 

Begitu juga, sering browsing dan keluyuran di wall Facebook kala membunuh waktu, sempatkan pula membaca buku. 

Hari ini saya memilih buku berwarna putih berjudul "Mengenal Ilmu Politik" karya Ikhsan Darmawan. 

Buku, bagi saya, ketika banjir informasi seperti sekarang ini - dari internet, media sosial, grup WA - menjadi wahana untuk menyegarkan pikiran. 

Sekaligus pula, memperluas sudut pandang dan tentunya memperdalam ilmu. 

Membaca buku juga ikhtiar tetap menjadi manusia :)

Monday, March 5, 2018

Bogor

Dulu, saya mengenal kata "Bogor" sebagai sebuah kota di Jawa Barat yang identik dengan hujan, kebun raya dan asinan.

Itu saya ketahui ya hanya dari buku pelajaran geografi dan pengetahuan umum. Di luar itu, kota itu identik dengan Istana Bogor.

Sejurus dengan informasi yang makin marak di zaman internet, hal-hal lain terkait Bogor semakin memperkaya saya. Bogor adalah ujung dari jaringan kereta commuter line dari Jakarta, Depok, Citayam, Cilebut dan berakhir di kota tersebut.

Soal kuliner juga makin banyak yang saya tahu. Selain asinan, koleksi makanan Bogor juga bejibun: karedok, bakso, cemilan dan lain-lain. Soal bakso misalnya, sepertinya sama dengan bakso dari daerah lain namun menurut saya tetap beda lantaran hawa yang lebih sejuk dibanding daerah lain. Meskipun kala terik, Bogor ya bisa berasa panas hehehe

Kini, setelah saya pindah ke Bogor, tepatnya sih di Cilebut yang masuk di Kabupaten Bogor, semakin banyak pula "knowledge" saya tentang daerah tempat tinggal saya.

Satu tempat yang saya susuri ialah sentra tanaman hias, kebun bibit buah dan tanaman taman lainnya.

Akhir pekan pertama, saya ngeluyur ke arah Taman Bilabong hingga Jalan Kemang atau Jalan Baru yang tembus ke Jalan Raya Parung-Bogor. Mampir di toko bibit, saya pulang dengan menenteng pohon jambu kristal yang buahnya tanpa biji.

Di rumah, bibit setinggi 30an cm itu menemani empat pucuk bibit pohon pucuk merah yang saya boyong dari sentra tanaman hias di Rawabelong, Jakarta Barat. Jauh ye hehehe, itu saya beli pas pindahan bulan lalu.

Harga bibit pohon jambu Rp 30 ribu (saya tawar dari harga semula Rp 35ribu), sedangkan pucuk merah @ Rp20 ribu.

Bogor juga banyak terdapat tukang kayu yang menerima pesanan kusen, pintu, meja, kursi, kitchen set dan perabotan lainnya. Di sini banyak pula bengkel las besi, ini mungkin seiring semakin banyaknya perumahan di Bogor Raya: Kota dan Kabupaten Bogor.

Jangan tanya soal mal dan pusat perbelanjaan, di Kota Hujan ini berderet mal-mal baru. Paling ikonik tentu Botani Square, juga Lippo Mal. Juga BTM yang dekat dengan pintu utama Kebun Raya.

Sedangkan di Cibinong - ibukota Kabupaten Bogor, terdapat Cibinong City Mall dan lain-lain.

Satu jenis spot wisata incaran saya - dan yang saya sukai - adalah spot wisata alam. Untuk yang ini, Bogor punya koleksi buanyak. Sejurus empat penjuru angin, Bogor punya beragam wisata natural. Puncak dan Taman Safari adalah ikon utama, lalu Jungle Land dan beragam waterpark seantero Bogor Raya. Juga Pasar AhPoong di Sentul City.

Paling gampang, mencari alternatif wisata alam adalah dengan googling atau mengintip ke web wisata dan travelling :)

Saya sendiri, juga mulai mengincar beberapa spot wisata alam yang bakal saya dan keluarga mau sambangi. Meskipun belum bikin list, sepertinya incaran pertama adalah Pasar AhPoong, waterpark dan playground.

Satu lagi, jejalanan di Bogor terutama dekat rumah, juga pas menjadi trek lari pagi atau sore :)