Sempat tarik ulur harga jual yang tak berujung kata sepakat, pemerintah akhirnya mematok harga tertinggi 9,7 sen dolar AS. Pengembang sedikit lega meski lebih rendah dibanding negara tetangga.
Patokan harga yang diteken pemerintah lewat Permen no 32 tahun 2009 jelang pergantian tahun, membuat pengembang pembangkit listrik panas bumi kembali bergairah. Sebelumnya, negosiasi harga dengan PT PLN sebagai pembeli berjalan sangat lambat.
Pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Panasbumi Indonesia pernah menghitung harga keekonomian geothermal sebesar 8-9 sen dolar AS per kwh. API menghitung angka ideal itu berdasar capital dan operating cost serta mempertimbangkan risiko yang tinggi. Sementara itu, return-nya minimun 16 persen.
Di sisi pembeli, PLN sempat menawar harga listrik dari pembangkit panas bumi berkisar 7-8 sen per dolar AS per kWh. BUMN setrum itu memiliki perbandingan harga listrik dari pembangkit batubara antara 5,8-7 sen sen per dolar AS, sedangkan untuk pembangkit bertenaga air tanpa bendungan antara 5-6 sen dolar AS per kWh.
PLN juga mengakui, akselerasi pengembangan listrik panas bumi tidak seperti yang diharapkan. Penyebabnya, risiko investasi yang tinggi dan harga jual listriknya tidak memberikan daya tarik bagi investor terutama investor baru.
Setiap pengeboran ada peluang terjadinya kegagalan sebesar 50 persen bahkan tidak ada sama sekali. Padahal investasi yang dibutuhkan dalam satu sumur bisa mencapai US$ 5 juta atau dari sisi investasinya. Dengan begitu setidaknya membutuhkan US$ 2 juta per MW sedangkan harga jualnya hanya 4 sampai 5 sen dollar per kwh. Tambah lagi, setiap lapangan memiliki karakteristik masing-masing sehingga nilai keekonomiannya berbeda.
Untunglah, silang pendapat harga jual itu berujung kepastian. Pada 4 Desember 2009 Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik oleh PT PLN (Persero) dari Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP).
Harga patokan ditetapkan maksimal senilai 9,7 sen dollar AS (sekitar Rp 900) per kwh. Harga ini terbilang menarik dibanding harga tawaran PLN sebelumnya bahkan tidak mendekati harga 9 sen dolar AS. Harga ini menjadi harga dasar dalam lelang wilayah kerja pertambangan (WKP) panasbumi. Permen ini juga sekaligus menegaskan kewajiban PLN membeli listrik dari pembangkit listrik panas bumi.
Harga riil sesuai lelang
Sesuai beleid ini yang menetapkan harga untuk pelelangan maka kesepakatan akhir tergantung hasil lelang atau negosiasi antara produsen panas bumi dengan pembeli yaitu PLN. “Yang berani menawar lebih rendah, dia yang akan menang” ujar Dirjen Listrik dan Pengembangan Energi Departemen ESDM J Purwono. Bagi negara, lanjutnya, harga tersebut menguntungkan karena baru berlaku saat pembangkit listrik panas bumi beroperasi dalam 4-5 tahun mendatang.
Untuk pembangkit geothermal yang sudah beroperasi, harga patokan tersebut tidak berlaku. Ini mengacu pada pasal 3 Permen tersebut. “Harga pembangkit panas bumi yang sudah beroperasi sesuai kontrak yang sudah ditandatangani,” ujarnya. Patokan itu, menurutnya, merupakan usulan Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) yang berpengalaman di bidang hulu energi terbarukan tersebut.
Purwono berharap kepastian harga bakal mendorong bisnis panas bumi lebih berkembang. Apalagi Purwono memastikan PLN sebagai pembeli listrik panas bumi tidak mempermasalahkan berapapun tarif listrik panas bumi yang ditetapkan. Pemerintah akan menutup selisih pendapatan PLN dari pembayaran listrik masyarakat dibandingkan biaya beli listrik panas bumi dengan subsidi. "Jadi tidak ada masalah, berapapun harga jualnya, PLN akan beli," tegas Purwono.
Batas bawah
Hanya saja, permen ini hanya mengatur harga jual tertinggi alias ceiling price sedangkan batas bawah atau floor price tidak ditegaskan. Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy Abadi Poernomo menilai, pemerintah perlu mengatur keduanya karena mempermudah proses negosiasi antara pengembang, termasuk Pertamina GE dengan PLN.
Abadi berharap, harga jual listrik panas bumi tidak di bawah US$ 8,7 sen per kwh, karena setiap lapangan memiliki tingkat risiko dan investasi yang mempengaruhi keekonomian pengembangan panas bumi di proyek itu.
Di sisi lain, Ketua Umum API Suryadharma optimis beleid ini mendongkrak semangat pengembang. Apalagi, harga tersebut sudah mempertimbangkan risiko investasi yang besar dalam pengeboran sumur panas bumi. “Kebutuhan dana untuk menghasilkan satu MW dari panas bumi bisa lebih dari tiga juta dolar AS,” katanya.
Hitungan Suryadharma, harga sebesar itu membuka peluang bagi pemerintah untuk menghemat subsidi kalau dibandingkan memakai BBM yang mahal dan harganya tidak stabil. Karena, katanya, karakter harga listrik panas bumi relatif konstan dalam 30 tahun.
Meski berharap positif, Surya mengakui harga 9,7 sen per kWh cukup rendah dibandingkan Philipina yang mencapai 11 sen dolar AS, El Salvador 15 sen dan Jerman yang mencapai 30 sen dolar per kWh.
Paling tidak, kebijakan patokan harga batas atas ini bakal mempercepat tambahan produksi listrik 10.000 MW jilid dua. Dari total kapasitas itu, ditargetkan 4.733 MW akan menggunakan geotermal dan diharapkan tuntas pada 2014 nanti. Meski potensi panasbumi di Tanah Air diklaim terbesar di dunia, mencapai 27.000 MW, namun realisasinya baru 4 persen atau 1.196 MW. * Nur Iman Gunarba
No comments:
Post a Comment