Ujung Januari kemarin, saya bersama 23 wartawan dari beragam media mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di bilangan Kebon Sirih, Jakarta. Salah satu tugas UKW yang digelar Lembaga Pers Dr Sutomo (LPDS) dan TIFA Indonesia ini adalah menulis feature tentang teman sesama peserta ujian.
Sebelumnya, kami ngobrol satu sama lain, semacam interview-lah untuk menghimpun cerita.
Oya, kecuali nama panggilan dan koran tempatnya bekerja, nama lengkapnya juga sudah saya modifikasi sedikit untuk menjaga privasi. Best regards for you, Bro Eko :)
+++
Wartawan Olahraga, Profesi dan Hobiku
Setiap orang adalah guru
Setiap hal adalah ilmu
Dan, setiap tempat adalah sekolah
Lelaki 36 tahun itu segera menarik nafas, tersenyum dan lantas mengutip pemeo klasik ketika saya mengulik pilihan kariernya. Pekerjaan itulah yang memuaskan hasratnya bertemu banyak orang dari beragam latar belakang. Menyerap ilmu dari obrolan dengan pengasong di boulevard Bintaro hingga menyimak presentasi menteri. Ruas jalan Ibukota mengajarkannya kesabaran, begitu pula geliat lapangan hijau yang memaparkan sportivitas dan kerja keras.
"Menjadi wartawan mendorong saya untuk terus belajar. Toh hidup ini memang proses menjadi lebih baik kan," kata Eko Rudianto, juru warta olahraga dalam perbincangan di sisi kolam renang sebuah hotel di bilangan Kebon Sirih.
Lahir dan besar dari ayah seorang dosen Hukum di Universitas Gadjah Mada, lantas menuntunnya memilih jurusan yang sama di kampus Brawijaya, Malang. Ia mengaku, lingkungan masa kecil yang ia habiskan di perumahan dosen UGM sedikit banyak mendorongnya selalu mencari hal baru.
Tak pelak, meski segera terjun di advokasi hukum di Malang dan Surabaya selama 5 tahun, ia melompat menjadi jurnalis. Lebih dari itu, bukan desk hukum, politik atau nasional yang paling ia nikmati. "Olahraga. Mungkin karena saya suka sepakbola," katanya pendek.
Eko, nama panggilannya, lantas sedikit demi sedikit mengurai benang merah latar belakang kuliah, karier pertama dan pekerjaannya kini. Di ranah hukum, ia mengenal kejujuran dan perjuangan keras merengkuh keadilan. Saat liputan olahraga pun, kedua hal itu ia tatapi. "Reward-nya pun sama. Kepuasan dalam memberi manfaat bagi orang lain. Keduanya menyumbang semangat dan inspirasi," ujarnya.
Gonjang-ganjing PSSI dan Liga Primer Indonesia, juga menjadi perhatiannya. Sebal dan muak ia akui sedikit menyeruak ketika mewawancara petinggi organisasi olahraga populer itu. Sebaliknya, ia merasakan optimisme menuju perbaikan kompetisi lewat LPI. Meski baru awal, lanjutnya, mungkin ini sebuah titik terang.
Dari kisruh itu pula, Eko kembali belajar. Koreksi untuk menjadi lebih baik memang kadangkala mesti lewat jalur yang berbeda dan melahirkan gejolak. Lewat tulisan dan laporan pandangan mata di lapangan hijau, ia menuntaskan kegelisahannya. "Jujur saja, ada rasa tidak rela jika sepakbola yang turut mengantar saya ke karier ini membusuk begitu saja," tukasnya. ***
Kunjungan sore,,,
ReplyDeleteSangat inspiratif tulisan feature tentang "bro eko" nya, hmmm... "Kepuasan dalam memberi manfaat bagi orang lain", andai semua orang seperti ini ya mas....
btw, ada ga yg nulis feature ttg mas inung??? :D
++ Met sore Bi' Nyayu, Brader Eko juga nulis feature ttg aku qeqeqe, ntar aku posting :)
ReplyDeleteaku tunggu postingan ttg Pak Inung kalo gitu...hehhehhe
ReplyDeletekepuasan memberikan manfaat
ReplyDeleteluar biasa^^
kunjungan sahabat, hehe
ReplyDeletememang beda ya, cara menulis dan merangkai kata2 seorang wartawan. Bahasanya sederhana tapi menarik pembaca.
dari hanya interview biasa, bisa d sulap menjadi sperti biografi singkat bung eko. Saya jadi ingin belajar lebih banyak tentang menulis. Semoga masih ada waktu yg mas iNung.
Kujungan malam...tulisan nya menarik sekali. I like it
ReplyDeletekunjung balik ya,,salam kenal :)