Wednesday, March 30, 2011
Mujarab
Bertahun lalu, saya sering terpapar flu. Diawali dengan tenggorokan gatal, lantas pening, batuk, dan pilek. Jika tidak, sakit kepala menghujam tak kenal cuaca. Bisa saat terik atau ketika gerimis menjelang hujan.
Pelan-pelan, salah satu kantung tas saya khususkan untuk menyimpan obat. Bukan obat kelas berat yang merknya aneh-aneh khas resep dokter. Hanya obat pasaran seperti Saridon untuk sakit kepala dan Decolgen untuk demam. Jika perlu kadang saya sisipkan Tolak Angin. Itupun sudah sah jadi pertanda lemahnya daya tahan tubuh.
Tak ada yang berat memang. Sekilas hanya gangguan fisik yang sepertinya cukup dibentengi dengan obat toko kelontong depan rumah. Toh, stok obat tak lebih untuk jaga-jaga.
Nah, satu saat, saya memperhatikan iklan obat flu. Bukan merk tertentu sih. Umumnya, iklan obat demam, sakit kepala dan sejenisnya divisualisasikan mampu memulihkan kondisi fisik dengan 'seketika'. Di layar kaca, tergambar sore minum obat lantas segera bugar pagi harinya.
Awalnya, terlihat sebagai 'bahasa' iklan. Begitulah siasat menggambarkan efek obat di tengah durasi iklan hanya 15 hingga 30 detik nan sempit. Maka, jika saya terkena flu dan pulih setelah 10-15 hari bahkan pernah hingga sebulan, saya merasa normal-normal saja.
Cerita jadi lain, ketika selintas memperhatikan sekeliling, mulai dari teman dan kerabat yang mengeluh sakit atau ijin tidak masuk kuliah dan kerja gara-gara meriang. Hanya selang sehari atau bahkan semalam, mereka kembali beraktivitas meski dengan suara sedikit sungau. "Kamu dah baikan?" tanya saya menyembunyikan heran. Mereka rata-rata mengangguk. Saya makin penasaran.
Dalam hati mengingat-ingat, ketika mulai terpapar gejala flu, keluhan mereka sama persis dengan yang saya alami: pening tak tertahan, terkapar di kamar, tenggorokan gatal dan bersin-bersin. Bedanya, setelah gejala flu meradang, mereka beristirahat dan minum obat lantas cepat pulih. Sedangkan saya seperti mendapat vonis.
Ya, vonis. Karena, setiap tenggorokan gatal itu berarti flu telah ngendon kuat di tubuh ini. Apapun diminum, entah obat, vitamin C, hingga air putih dua liter pun, tak kan berbuah badan segar keesokan hari atau dua tiga hari kemudian.
Gejala flu seperti itu bakal meradang menjadi jepitan di kepala, hidung tersumbat oleh pilek, dahak, batuk sekaligus sulit menelan makanan. Sampai kapan? ya itu tadi, rekor paling cepat pulih adalah 10 hari, lalu 15 hari. Ketika bekerja tepat di bawah hembusan AC di Tanjung Duren, Jakarta Barat, sisa-sisa flu tertepis usai berganti bulan. Bisa jadi, virusnya saking bosannya ^^
+++
Perubahan mulai bergeser setelah saya tersadar. Oits... ini nggak bakal berujung bahwa saya menemukan suatu produk multivitamin X atau diberi tahu kawan yang membawakan suplemen Z yang diproduksi dari tumbuhan berkhasiat di kaki gunung Kilimanjaro atau di ketinggian Tibet maupun Greenland. Lantas, postingan inipun menjadi testimoni produk :). Kalau pun iya, ya oke-oke saja sih. Cuma bukan berujung seperti itu kawan...
Saya pahami, bahwa begitu gampangnya menjadi sarang virus karena saya jarang berolahraga. Sejatinya, kaitan olahraga dan kebugaran serta daya tahan tubuh bukanlah hal asing. Informasi ini bersliweran di sejak kita SD, obrolan di radio, TV dan internet. Tapi seperti angin lalu bagi saya, sampai kemudian merajutnya dengan kesadaran sendiri. Konyol memang ^^
Rajutan informasi tentu sulit saya susun sistematis karena tak berbekal pengetahuan kedokteran dan kesehatan jasmani yang sistematis layaknya mahasiswa kedokteran atau mahasiswa jurusan olahraga. Namun prinsipnya, ketika suatu informasi yang baik disampaikan terus-menerus oleh berbagai kalangan dari guru, ortu, teman, iklan produk, film, lagu, animasi kartun dan sebagainya, pastilah bahwa itu ada benarnya. *_*
Jika dipaksakan, maka akan saya coba tulis begini: olahraga menguatkan stamina, mengaktifkan organ tubuh, meliatkan paru-paru dan jantung plus otot dan tulang-sendi. Aliran darah mengalir lancar membawa oksigen rata dari ujung rambut hingga kaki terus berputar... Lantas, asupan makanan membaik karena terserap sesuai kebutuhan yang meningkat sejurus level aktivitas.... begitu seterusnya seperti yang bakal kita dapati di beragam media.
Informasi sederhana seperti itu rupanya sudah cukup menggerakkan kaki saya berselimut sepatu olahraga. Orang bilang sepatu joging meski saya berpikiran asal nyaman di kaki. Dari sisi umur, kebiasaan lari dan lantas menjadi hobi ini mulai rutin saya lakukan di usia 26 tahun. Sedikit fluktuatif namun masih dilakukan hingga sekarang.
+++
Lintasan pertama adalan kawasan auditorium Grha Sabha Pramana, kampus UGM di Jogja. Meski jaraknya 7 km dari rumah namun tak terasa jauh karena hanya perlu ditempuh dengan motor 15 menit, alias tak sampai iringan 4-5 lagu MP3 via earphone. Atau, isapan dua permen.
Awalnya, memang badan terasa kikuk. Tapi pelan-pelan menikmatinya. Mungkin karena dari awal, saya memang berniat memulai dengan pelan-pelan. Diawali dengan jalan kaki selama 30 menit selama 2-3 minggu pertama diselingi lari kecil 1-2 menit.
Lain cerita jika terburu-buru segera menghentakkan kaki dengan cepat alias nihil adaptasi. Saya yakin badan akan terasa nggak karuan, pegal-pegal dan kayak digebuki. Mungkin juga, saya sedikit beruntung menemukan beberapa referensi bagaimana memulai aktivitas kebiasaan jogging. Pelan-pelan, konsisten dan tidak terburu-buru.
Tentu, soal daya tahan dan stamina tidak segera terasa. Toh saya juga tidak menghitungnya dengan kalkulator atau semacam buku catatan latihan lari qeqeqe.
Paling konkret adalah, setelah bulan ketiga, ketika gejala flu-tenggorokan gatal sempat hinggap, dalam waktu 2 hari segera hilang. Saya ingat, saya hanya minum air putih banyak-banyak dan berisitirahat di rumah. Untuk orang yang sebelumnya 'ringkih', ini bolehlah disebut pencapaian bagus qeqeqe. Sebelumnya, saya sejatinya tidak yakin bakal secepat itu mampu menepis gejala flu yang biasanya ibarat vonis, pasti bakal terkapar sekian minggu.
Sakit kepala pun jarang mampir. Merujuk referensi yang saya dapat, pusing bakal jarang hadir ketika aliran darah yang lancar di otak. Boleh dibilang, daya tahan dan stamina membaik.
Tentu saja, saya menyelipkan tes uji kebugaran yang bisa dilakukan sendiri. Yaitu, lari 2,4 km dalam waktu tak lebih 12 menit tanpa merasa ngos-ngosan alias ngoyo. Kalau bisa, berarti terhitung bugar.
Ukuran ini untuk orang biasa kayak saya. Sementara untuk atlit sepakbola atau yang lain, mesti sanggup melibas lintasan dalam waktu 10 menit. Sedangkan, atlit lari tak boleh lebih dari 8 menit untuk disebut bugar. Referensi ini saya dapatkan dari potongan tabloid Bola yang memuat artikel Dr Sadoso, spesialis olahraga dan kebugaran.
Di luar itu, pada usia 30 tahun pada tahun 2007 kemarin saya berkesempatan mendaki gunung Sumbing 3100 mdpl di Temanggung, Jawa Tengah. Kala itu ditemani kawan yang masih kuliah di UGM dan jauh lebih muda, Teguh. Kisahnya saya tulis di Temanggung Pesta Tembakau dan Sumbing ...
Meski banyak pendaki lebih tua mampu mendaki gunung yang lebih menantang, paling tidak ini juga sebagai pencapaian tersendiri bagi saya yang minim pengalaman mountaineering.
+++
Sekarang, setelah menikah dan memiliki anak lelaki yang lagi lucu-lucunya, olahraga tetap saya lakukan meski di dalam rumah bilangan Asofa, Jakarta Barat.
Lagi-lagi kombinasi pengalaman dan informasi di majalah kebugaran, materi exercise diawali dengan lari di tempat 3-5 menit sebagai pemanasan.
Lantas, peregangan dari bagian atas tubuh seperti leher, bahu, lengan, pinggang, punggung dan kepala. Jenisnya pun tidak terlalu rumit. Saya hanya mengingat-ingat peregangan pada pelajaran olahraga di sekolah dulu plus tips dari beberapa majalah atau informasi kawan.
Sambil, bercanda dengan istri dan anak, dumble 4 kg dan 6 kg menjadi menu. Beberapa gerakan sudah cukup mengalirkan bulir keringat. Tak terasa, sepadan dengan jogging. Total setengah jam hingga 45 menit.
Capek? Saya tidak terlalu merasakan. Bukan karena saya kuat tapi saya lebih merasa segar. Ini mungkin karena niatnya bukan mengejar kekuatan melainkan having fun yang berbonus stamina dan daya tahan.
So, Loe Gimana? Mau? Just do it! Trust me, it works... qeqeqe
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mampiiiiiiiir...Setelah sekian lama.. :D
ReplyDeleteItu merk obatnya hampir disebutin semua mas..hehe
Dumble-nya diganti aja sama Dede Rakha mas. Ayahnya bisa olahraga, Dede Rakha bisa sambil main2an, diayun2...qeqeqe... :D
++ Nila:
ReplyDeleteMet malam Jakarta Timoer... iya nih lama nggak posting. Rakha emang ikutan nge-gym, sambil digendong, aku jinjit-jinjit buat ngelatih betis.
Hasilnya, jalan kaki dari parkiran motor ke tempat liputan nggak terasa pegel qe3 Trims...
mas... yg baru ulang tahun nih.. traktiran yo..
ReplyDeleteapa kabar nih, dah lama ga eksis d blog.
lagi sibuk d kantor ya mas?? smoga tetep sehat mas bro
Assalamualaikum mas inung.. duh.. akhirnya dapet undangan ngopi lagi di halaman samping.. :)
ReplyDeleteolah raga memang mujarab mas.. tapi aseli aku ngaku.. aku masih ga suka olah raga...gimana nih...????
asswrwb... terutama yg udah merit bagus bgt olah raga tertur selain utk kesehatan bisa jaga spy perut tdk buncit...hehhehe *kaburrrr sblm diprotes pak inung............
ReplyDelete++ Bro Tito: Alhamdulillah sehat n bugar, apalagi kelar 'menyantap' oseng-oseng di Setiabudi via blog brader qe3
ReplyDelete++ Bi Nyayu: olahraga kerasa enak karena dilakukan hihihi lets go...
++ jeng Tiwi: pakabar Surabaya. Biar buncit tapi sehat *asal nggak kelewatan buncit* eh jangan kabur, ntar kesandung watu :D
olahraga sangat baik bagi kesehatan, tapi sayangnya sampai saat ini saya sangat jarang berolahraga.. :(
ReplyDeletekepingin olahraga namun masih kebanyakan tapi... :D
Artikel menarik juga tuh
ReplyDelete