Kota di Jawa Tengah ini sudah saya lewati sejak kecil, sejak saya belum tahu bahwa namanya 'Magelang'.
Ibu, kini sudah almarhumah, mengenalkan kota ini dalam perjalanan menjenguk nenek dan keluarga besar dari Ibu di Temanggung.
Dari Jogja ke Magelang sekitar 48 kilometer dan ke Temanggung kira-kira 25 kilometer lagi. Magelang, bagi saya identik dengan hujan.
Bukan karena sering turun hujan seperti khasnya Bogor. Hanya saja, ketika saya kecil sejak sebelum SD hingga SMA, ketika melewatinya kerap hujan.
Bersama Ibu kami hampir bisa dibilang selalu menumpang bus besar. Ramayana, Handoyo, Santoso, kalau tidak salah ingat. Tarifnya 2000 perak untuk Jogja-Magelang dan 1500 dari Magelang-Temanggung. Itu dulu :)
Yang paling saya sukai adalah duduk di kursi depan. Jika bukan di belakang sopir, maka di sampingnya.
Dari Jogja biasanya jam 14 atau 15 sore, memasuki pertigaan Borobudur jalan mulai menyempit. Nah, disinilah rintik hujan sering mulai turun.
Saya suka sekali memperhatikan laju bus dengan memperhatikan marka jalan. Juga titik-titik air hujan 3 meteran di depan kaca maupun yang menghempas kaca depan.
Tentu saja, pemandangan kanan kiri saya lahapi. Jika bosan, bersandar di bahu Ibu dan meletakkan telapak tangan di kaca yang sedingin es. Mungkin beku pada kaca dan hangatnya pelukan Ibu menjadi perpaduan yang pas di perjalanan 3-4 jam ini.
Di sepanjang jalan sebelum Magelang, kadang saya menoleh ke kanan. Merayapi sosok Gunung Merapi yang mengerucut dengan asap menguar dari cerobongnya. Dengan tinggi sekitar 2980 meter, gunung ini masih aktif dan berstatus siaga. Malah waspada.
Tidar
Jalan yang menyempit membuat laju bus melambat, apalagi mendekati Pabrik Karoseri 'New Armada' di kanan jalan. Selain menjadi salah satu industri kebanggaan Magelang, pabrik ini menjadi penanda bagi saya bahwa perjalanan sudah memasuki kawasan kota.
Di Terminal Tidar kami turun dan berganti kendaraan. Nama terminal ini karena berada di kaki bukit Tidar yang juga menjadi ikon kota.
Para orang tua bilang, bukit ini terbilang keramat, bahkan disebut Pakuning Jawa. Pakunya Pulau Jawa. Saya pernah iseng mengambil peta pulau Jawa, posisi bukit ini memang berada di tengah-tengah antara ujung barat dan timur Jawa. :)
Di terminal ini, kadang kami menunggu kedatangan kendaraan umum ke Temanggung. Kadang langsung segera naik, tak jarang pula menunggu.
Segelas teh
Di tempat menunggu bis, Ibu biasanya membelikan teh manis hangat yang di jual dalam gelas. Jaman segitu kayaknua belum ada Tek Kotak atawa malah Teh Botol Sosro dan konco-konconya. #sebut merek nih, tapi begitulah adanya. :)
Gerimis juga membasahi kepala ketika kami akhirnya naik kendaraan lagi. Dulu berupa mobil minibus, kakaknya L300. Orang bilang, Colt Station dibaca 'Kol Stesen'.
Belakangan, kol stesen berganti bus tiga perempat. Dan Terminal pindah ke lokasi di sisi timur kota.
Dari terminal Tidar, mobil melaju ke arah utara dengan terlebih dulu melewati sebagian komplek perumahan Akademi ABRI atau Akabri, sekarang berganti nama jadi Akademi TNI.
Saya paling suka momen ini. Karena, di sisi kanan jalan, di komplek itu dipajang beberapa kendaraan tempur. Tentu 'bodi luar' saja, seperti tank, panser dan meriam. Wow... Mulut kecil saya selalu ternganga melewatinya.
Memasuki jalan utama ke arah Secang, ruasnya lurus membujur. Hanya butuh 20 menit dengan melintas di depan pabrik kertas Blabak lebih dulu. Posisinya di kanan jalan.
Saya kurang tahu apakah pabrik yang dulu identik dengan warna biru itu masih atau sudah berhenti beroperasi.
++
Oppsss... soal pabrik kertas Blabak ini, saya beruntung mendapat masukan dari kawan Adit Mahameru di kolom komentar. Pabrik ini tepatnya sebelum Magelang, atau antara Muntilan dan Magelang. Trims Bro Adit :)
++
Oya, juga melalui komplek RS Jiwa yang berada di kiri jalan. Saya ingat, komplek ini lumayan memanjang di sisi jalan dengan pepohonan rindang dan jarak yang lebar antar bangunan.
Sumbing
Menjelang Secang, saya lebih banyak menoleh ke kiri. Memperhatikan gunung Sumbing yang ber'badan besar'. Berbeda dengan Merapi yang lebih langsing.
Tiba di Secang, mobil tumpangan singgah sebentar di terminal. Jika penumpang sudah penuh lalu segera melaju ke arah simpang tiga dan berbelok ke kiri menuju Temanggung.
Jika belum sore benar, saya semakin terkagum-kagum dengan pemandangan Gunung Sumbing. Kakinya yang lebar memberi tanah subur bagi temabakau dan palawija bagi paling tidak penduduk tiga kabupaten. Magelang, Temanggung dan Wonosobo.
"Ini gunung nenek moyang saya," begitu yang tertanam di benak saya. Butuh waktu belasan hingga dua puluh tahun sebelum akhirnya saya merayapi punggung Sumbing untuk mencapai puncak kawahnya. Bulan puasa Ramadhan, Oktober 2007 silam. :) Catatan pendakian ada di sini +_+
+++
Kelak...
Tulisan ini mungkin terbilang panjang untuk ukuran blog. Jujur, saya menuliskannya karena tiba-tiba kangen merunut kembali lajur-lajur jalan di Magelang yang saya lalui semasa kecil.
Jujur pula, memori yang tertanam tentang Magelang adalah suasana yang teduh. Diapit beberapa gunung, termasuk Merbabu, Telomoyo dan Prahu selain tiga gunung yang sudah saya ceritakan sebelumnya.
Konturnya yang beragam plus varian demografinya yang komplit: pedesaan di sekitar dan perkotaan yang menjadi pusat transaksi hasil bumi.
Jujur pula, kemarin tiba-tiba terlintas untuk tinggal di Magelang. Kelak ketika saya dan istri telah menua. Toh dari Magelang ke Jogja, kampung halaman saya, tidak terlalu jauh. Kaka kelak bisa mudah hilir mudik jika kuliah di Jogja :) amien.
+++
afal banget ya mas lika-liku ke sana hehehe :D pasti memang berkesan banget ya setiap perjalanan kesana
ReplyDeleteMemasuki jalan utama ke arah Secang, ruasnya lurus membujur. Hanya butuh 20 menit dengan melintas di depan pabrik kertas Blabak lebih dulu. Posisinya di kanan jalan. <<----- Kalo Blabak Pabrik Kertas msh agak aktif skrg, tapi bukan dari dari Magelang menuju Secang, tetapi dari Magelang menuju Muntilan di kiri jalan...
ReplyDeletehmmmm.. aku juga cuma lewat aja dulu waktu ke jogya naik bis,,, sudah lama ga berpergian jauh ini :)
ReplyDelete++ Ria:: Tiba-tiba saja kemarin inget Magelang, sekalian posting bareng begadang
ReplyDelete++ Adit:: Trims, saya ternyata sudah lupa, kurang makan tomat nih qeqeqe
++ Ami:: berarti nyaman di Prabumulih +_+
wkwkwkwk.. hmmm.. alhamdulillah walau dipikiran masih tetap pinginnya balik ke palembang,, cuma ya karena pak bos di palembang bilang aku jgn pikirin pindah palembang (kayaknya aku dah di cap fasilitator daerah pinggiran) ya dinikmati,, sambil ngitung deretan gerbong kereta batu bara n minyak yang hilir-mudik entah kemana,,hahaha,, semangaaat!!! :D
Delete