Friday, September 23, 2016

Pesan Tunggal,"Single Message" dan Komunikasi Media Massa


Beberapa tahun bekerja di media massa - pernah di media cetak, online dan televisi - sedikit banyak memberi warna pada penggalan pengalaman saat ‎diminta membantu kehumasan di beberapa tempat.

Salah satunya adalah ketika diminta membantu salah satu fraksi di DPR RI, pada awal 2013. Ini menjadi awal karier di bidang humas. Lebih tepatnya membangun dan mengelola‎ relasi institusi dengan rekan-rekan media massa, yang selanjutnya menjadi mitra untuk menyampaikan ke masyarakat.

Terus terang, ini pengalaman pertama sebagai orang humas. Pekerjaan sebelumnya sebagai wartawan menempatkan saya sebagai orang media. Lha ini menjadi terbalik, saya lantas 'switch' menjadi ‎koleganya wartawan sekarang hehehe.

Good point. Saya pikir ini kesempatan bagus. Dan memang saya manfaatkan benar-benar untuk belajar hal baru, beradaptasi dan bekerja.

Syukurlah, kalau boleh berhitung, nun bertahun sebelumnya saya pernah ‎disekolahkan selama 4 bulan untuk belajar PR di Jogja. Waktu itu posisinya masih sebagai wartawan. Lumayanlah, meski empat bulan bisa dibilang pendek tetapi saya cukup senang memiliki segenggam bekal.

Apalagi rekan kerja saya juga mantan wartawan dan pernah jadi konsultan PR. Klop!

Jadi, saat itulah saya belajar dan langsung bekerja. Tak ada waktu transisi. Belajar dan bekerja. Apa-apa yang saya baru tahu, segera diaplikasikan.

PESAN TUNGGAL
Satu hal yang menarik dan kemudian menjadi kredo, jadi rumusan baku adalah tentang "single message". Apa sih yang jadi pesan tunggal ketika menyusun produk PR seperti press-release, statement, pernyataan atau doorstep quote?

Ya apapun kalimatnya, seberapa panjang kata-kata, pesannya harus tunggal. Jadi, sebelum kami berdua menggarap dan membangun kehumasan di institusi tersebut maka kami tentukan lebih dulu "single message/ pesan tunggalnya nantinya akan diadopsi dan diterjemahkan di setiap langkah kerja-kerja sehari-hari.


Gampang-gampang susah kok menentukan single message ini. Gampang karena tinggal merujuk pada visi misi fraksi partai terkait. Susahnya sih sebenarnya ga susah banget, tapi lebih tepatnya kami harus benar-benar serius dan komitmen mengaplikasikan single message ini menjadi acuan.

SEDERHANA
Single message nya adalah "membela kepentingan rakyat". Sederhana ya, mungkin normatif banget. Ya memang begitu. Lebih sederhana lebih bagus‎. Lugas.

Pesan tunggal yang canggih dengan sederet istilah keren memang sekilas menarik. Tapi rawan bias. Hati-hati ya, makanya lebih baik adalah yang sederhana.

Kesederhanaan single message juga memudahkan dalam menentukan ‎keyword, kata kunci. Bagaimana tidak‎ mudah karena kata kuncinya juga sama, bahkan lebih pendek lagi: kepentingan rakyat. :)

CONTOH
Tentu akan menjadi pertanyaan, bagaimana contoh produk pekerjaan kami yang ‎menerapkan pesan tunggal tersebut. Karena tanpa contoh, tuturan saya akan membingungkan kan? :)

Pada press release yang didistribusikan ke wartawan‎, contoh yang paling mudah ialah saat menyusun pernyataan pers perihal kenaikan harga BBM tahun 2014.

Substansi press release tersebut ialah kenaikan harga BBM memberatkan rakyat karena naiknya harga BBM mendongkrak harga kebutuhan pokok.

Itu saja? Ya itu saja. Substansi-nya di situ. Itulah penerjemahan dari "kepentingan rakyat". Lho kok se-simple itu? Ya apa sampeyan maunya rumit tapi ‎susah dimengerti? Hehehe.

Tentu uraiannya tidak pendek. Ada paparan lain soal latar belakang masalah walau hanya 1 paragraf. Ingat ya ini press release bukan skripsi, jadi pendek saja.

Nah selain menyampaikan substansi, lebih baik lagi jika sodorkan pula masukan terhadap permasalahan ini. 

Apa itu? 

"Daripada menaikkan harga BBM untuk menambal APBN yang bolong karena subsidi, sebaiknya pemerintah perlu mempertimbangkan langkah efisiensi pengeluaran negara seperti belanja pemerintah, perjalanan pejabat, dan sekaligus mengoptimalkan pendapatan dari pajak, pendapatan ekspor, mengikis ekonomi biaya tinggi... ... ..."

Nah masukan tersebut sebagai antipremis terhadap wacana kenaikan harga BBM yang diajukan pemerintah sebagai satu-satunya langkah.

Adanya single message dan antitesis ini menjadi "selling point" sehingga dimuat oleh media massa. 

Bandingkan jika hanya mengungkapkan penolakan terhadap kenaikan harga BBM? Press release pun akan tidak jauh beda dengan materi orasi yang isinya marah-marah tanpa ada unsur yang smart. Yah, kan kita perlu rada-rada  menunjukkan sok-sok pintar hehehe.

CONTOH LAIN?
Misal yang lain ialah ketika memberikan rekomendasi pernyataan pada anggota DPR yang akan diwawancara oleh TV perihal penggunaan Bandara Halim sebagai bandara yang melayani penumpang umum.‎ Format acaranya sendiri semacam talkshow, bincang-bincang 30 menit bersama 1 narasumber pengamat transportasi udara.

Perlu diketahui, saat ini Bandara Halim sudah beroperasi melayani penerbangan umum.

Malam sebelum beliau diwawancara, saya ajukan rekomendasi statemen yang terdiri beberapa poin:
1. Bandara termasuk fasilitas transportasi publik yang harus dipastikan kemampuan layanan dan terutama keselamatan. Saya minta beliau menyebutkan ungkapan "safety first" sebagai penegas.
2. ‎Dibutuhkan fasilitas pendukung seperti angkutan umum ke bandara seperti bus Damri yang melayani dari dan ke bandara Soetta. Ini untuk mengurangi kemacetan apalagi jalur ke Halim adalah melewati Cawang. Saya minta beliau memerinci tentang Cawang yang jadi salah satu simpul lalu lintas di Jakarta, sehingga pengoperasian bandara Halim tidak membebani lalu lintas di Cawang. 
3. ‎Perlu menghormati dan berkoordinasi dengan TNI AU sebagai institusi yang selama ini menggunakan bandara Halim sebagai pangkalan pesawat militer. Apalagi posisi Halim sebagai salah satu penjaga gerbang udara nasional. Respon yang cepat seperti menerbangkan pesawat militer saat terjadi potensi gangguan keamanan, jangan sampai terganggu karena ini menyangkut pertahanan nasional.

Pertanyaannya, apakah perlu kita sampaikan secara lugas kata "kepentingan rakyat"? Tidak harus seeksplisit demikian. Ruh dari membela kepentingan rakyat sudah termuat secara implisit (dan jelas)‎ pada paparan tersebut dan dikembangkan beliau pada saat wawancara talkshow.

Salam.

*** Kali lain, tuturan selanjutnya tentang pengalaman mendampingi "pembantunya" Presiden :). Masih terkait media, PR strategy, serta team work :)

Rawabelong, Jakarta. Seputaran Palmerah, September 2016

Inung Gunarba | Dikirim dari BlackBerry Q10 saya.

No comments:

Post a Comment