Laki-laki dari Tebet itu gelisah. Cintanya berakhir pupus dan meradang dihantam pilihan-pilihan.
Malam ini terhitung telah tiga bulan melewati ulang tahun pacaran mereka yang keempat.
+++
Baru kemarin lusa dia menemui gadisnya di sudut Cawang.
"Kok kamu lesu. Ga enak badan?" tanyanya dibumbui basa-basi standar.
Sejatinya dia tidak bermain lidah untuk sekedar menunjukkan perhatian semu. Justru hanya itu pilihan kata yang paling mungkin untuk memecah kebekuan 5 menit pertama perjumpaan mereka.
Si gadis tersenyum, mengangkat dagu. "Nggak kok." Hampir saja dia akan berdalih sedang datang bulan tetapi segera tertelan lagi di kerongkongan begitu ingat jika lelaki itu telah memacarinya sejak SMA kelas dua. Hapal kapan dia mendapat 'tamu'.
Lebih dari itu, mengerti ketika pusing psikosomatik si gadis mampir atau juga paham jika si gadis menyeretnya keluar rumah di tengah obrolan hangat dengan Mama ketika dia datang apel di malam minggu.
Gantian lelaki itu menelan ludah. Mimik dan nada jawaban pendek 'nggak kok' sudah ia dapati dalam empat pertemuan terakhir.
Ya sudahlah, batinnya, sebelum meluncurkan kata-kata yang telah ia utak-atik semingguan ini.
"Kamu sekarang kuliah. Aku kerja di Bogor. Kamu ketemu banyak temen baru, aku juga. Bedanya aku ketemu orang yang itu-itu aja, bajunya seragam, keringetnya juga sama, bau plitur mebel," ucapnya datar tanpa getar.
Si gadis menatap lekat-lekat, mencoba menebak arah hati dan lidah lelaki di depannya. Sedikit kaget tapi sebenarnya ia juga sudah siap.
"Aku nggak pengen kita cengeng. Maksain perasaan yang sudah berbeda kalo ternyata cuma buat jaga gengsi kalau aku masih pacarmu atau kamu masih jadian sama aku. Aku juga nggak akan nanya apa kamu gimana-gimana dengan temen-temen kuliahmu," katanya, kini mulai bergetar.
Si gadis menunduk lalu melempar wajah ke puncak Menara Saidah. Merutuki kenapa mengajak bertemu jika perbincangan mereka soal beginian. Lalu lalang orang di ujung gang Kreo tentu bukan latar ideal untuk obrolan tentang 'in relationship' yang tengah di ujung tanduk.
++
Malam ini, di mulut lorong yang menghadap minimarket di seberang jalan, berkali-kali lelaki itu melempar pandangan ke kanan kiri searah lampu sorot mobil. Tolehan kepalanya seakan menepis gaung kata-kata perpisahan kemarin lusa.
Segera dia bangkit dari jongkoknya. Berjalan menyeberang jalan dengan dua kali menjentikkan abu rokok di jemarinya. Tiba di median jalan, nikotin kembali ia sesap dan menghembuskan asap ke langit.
Ada sesak yang terlepas berbarengan tarian asap tembakau ditebas angin. Ada pula rasa lega di rongga-rongga tubuhnya.
Cukup 5 menit dia menyelesaikan urusan di minimarket. Itupun masih sempat menyapa tetangganya yang jadi kasir. "Ini aja, nggak sekalian kacangnya," tanya si kasir, tersenyum. Nggak, jawabnya pendek dengan sunggingan.
Kembali ke rumah kecilnya, dia masuk kamar dengan merapatkan belanjaan ke badannya. Mengecilkan kemungkinan ibu dan adiknya menyapa dan melihat botol hijau itu.
Punggungnya segera bertemu bantal yang ia tegakkan di ujung ranjang begitu pintu kamar ditutup. Desisan khas pun terdengar lirih seiring buih yang tercipta oleh pertemuan uap alkohol dengan udara kamar.
Tanpa perempuan, Tebet masih saja hangat di malam minggu, kata batinnya mencoba merangkai lirik-lirik melankolis. Ah, sok galau! Rutuknya sambil menuang air kedamaian ke dalam gelas.
Ia mulai membayangkan cara-cara perjamuan para aristokrat menenggak wine di kastil Austria atau Perancis. Di sudut Jakarta ini, cukuplah dengan Heineken. Toh sama-sama Eropa. Jadi sponsor liga Inggris dan Jerman lagi. Cesss....
+++
Posting blog setelah "berapa bulan ya" nggak setor :)
Powered by Jogja-Tanjung Enim BlackBerry®
Selalu suka dengan gaya bahasanya. :)
ReplyDeleteApa kabar om, dah lamo dak nampak nih,, :p
ReplyDeleteHahahahaha aku blum pernah tuh mas inung nyobain heineken dan temen2nya,, cuma kebayang aja kyak di film2 eropa.. hhhe
Itu powered by Jogja-Tanjung Enim BlackBerry® hahha mw nyaingin Powered by Telkomsel BlackBerry®
++ bro Fahrurizal:: trims bro, gaya bahasa saya hanya ngikutin tarian jari qeqeqe :)
ReplyDelete++ mas Tito:: kabar baek, "powered by Jogja-Tanjung Enim BlackBerry®" itu karena kirimnya via email. Kalo via komputer mesti ngidupin ini itu :) salam dr seberang Sarinah