Bangun dari tidur. Dini hari. Perut separo laper. Makan di tengah keheningan sekeliling.
Tentu saya pernah terbangun lewat tengah malam. Entah karena mimpi ga asek atau benar-benar spontan terbangun.
Beranjak dari kasur, menuju ruang tengah. Mata memicing menghitung sudut jarum jam dinding. "Jam satu."
Atau, "Jam setengah tiga," gumam dalam hati.
Istri bobok ngelonin Kaka. Atau ketika masih di Jogja, kakak-kakak pun terlelap.
Siaran TV jarang yang menarik di waktu malam. Kecuali musim bola seperti Piala Eropa seperti sekarang.
Tidur lagi, kok sepertinya bukan pilihan. Ngantuk sih iya, tapi susah tidur.
Mungkin terbangun karena laper. Bisa juga karena galau. Eeeeaaaa....
Biasanya, saya lalu makan. Jika ada nasi dan sayur, bisa dipanasin sebentar. Syukur ada lauk.
Sayangnya, makan beginian di waktu malam sudah menua, rasanya ga pas. Pasalnya, terhitung makan berat.
Pilihan lainnya ya masak. Yang simpel, tentu mie instan.
Untungnya, di dapur selalu tersedia beberapa bungkus mie. Beberapa merek dan jenis rasa sengaja disimpan.
Di kulkas begitu juga. Sawi hijau atau putih, juga pok cay, ada di kontainer sayuran.
Paling-paling cuman butuh 10 menit. Komplit dengan telur, mie instan, kuah atau goreng sudah siap dilahap.
Ada perasaan unik. Juga suasana yang berbeda ketika makan di tengah sepi yang pekat.
Meski pupil mata mengikuti siaran TV, benak bisa berlarian kesana-sini.
Asap yang mengepul seperti membumbungkan ingatan. Melayang sejenak untuk lantas menjadi lamunan.
Aihhh...
Saya pun begitu. Bisa juga sampeyan :)
Persis seperti sekarang ini, usai pertandingan Itali vs Kroasia yang berakhir seri, 1-1.
Saya menguap ketiga kalinya. Bukannya kembali ke kamar, dapur menjadi tujuan kaki.
Menu jam 01.25 ini, mie rebus plus telor. :D
+++
Asofa, Rawabelong. 14062012.
ngomong2 saya mulai bandel soal olahraga, dah dua bulan absen. pengen sih mengukur aspal lagi :)
ReplyDelete