Saturday, August 18, 2012

Jepret! Maksimalkan kamera kita



Kamera. Yang saya maksud sebagai kamera bukan hanya untuk sebuah SLR nan canggih, juga bukan pocket camera yang funky, pun bukan pula merujuk pada kamera lomo yang ngetren.

Maksudnya ya semua jenis kamera, pokok'e yang bisa motret dan njepret. SLR, kamera saku, lomo, juga kamera handphone dari kelas VGA jaman 2000an sampai kamera yang ditanam di BB dan iPhone. Juga kamera yang pake gulungan film negatif.

Dengan artian kamera yang seluas itu, sekarang ini alat fotografi itu sudah melekat pada diri kita. Kedekatannya, paling terasa, karena diantar oleh produsen handphone (HP). Kamera sudah menjadi bagian standar telepon seluler itu. Kita ndak perlu lagi membeli membeli kamera secara terpisah, kecuali jika memang berniat dari awal untuk memiliki kamera sekalian.

Nah, saya lihat, termasuk ke diri sendiri, penggunaan kamera masih kurang maksimal. Untuk HP misalnya, kamera hanya digunakan untuk memotret diri sendiri atau paling jauh teman dan keluarga. Itupun ketika lagi ngumpul-ngumpul.

Lantas diupload ke FB atau media sosial lainnya. Duduk merapat, memoncongkan bibir, mengacungkan jari, menutup muka sendiri, juga iseng menangkupkan telapak tangan ke wajah orang lain. Atau mengangkat gelas minuman, bisa juga mengangkat potongan pizza ke arah kamera. Jepret lalu share.

Ketika masih menggunakan kamera sebatas itu, tak jarang saya teringat bahwa kamera memiliki fungsi dokumentasi. Perekam peristiwa. Penghenti waktu.

Saya sendiri, berusaha menyempatkan sekian detik hingga menit untuk men-jepret sekeliling. Benar-benar sekeliling, misalnya ketika sudah menikah dan lahir si kecil, saya suka memotret bundanya dan Kaka. Plus saya sendiri dong hehehe.

"Idihh, ayah motret terus sih," kata bundanya ketika kami makan bersama. Atau juga ketika saya berjalan mendahului mereka di pagi hari, lantas setelah 3-4 meter berbalik untuk memotret mereka dengan sudut rendah atau low angle. Juga high angle atau pula jarak dekat.





Juga memotret bagian dalam rumah, mengedarkan mata kamera ke sudut-sudut ruang tamu hingga dapur. Atau mengabadikan anak-anak tetangga yang bermain di depan rumah. Anything lah, sok ngEnggres nih.

Nah saya juga sedikit mencermati, pemilik kamera termasuk kamera HP tercanggih pun, kadang kurang memaksimalkan alat itu. Kalau boleh saya urutkan mungkin seperti ini:

1. Malas.
2. Malu, termasuk malu dikomentari temen-temen. "Motret mulu, apaan sih?!"
3. Kurang peka. Ini juga yang paling saya rasakan ketika awal-awal menggenggam kamera. Sejatinya banyak momentum yang menarik untuk kita jepret.

Terus terang, saya memang fokus di poin ketiga ini. Mengapa kita malas, karena kita menganggap momen-momen itu adalah sesuatu yang biasa saja. Nggak ada yang istimewa dari ponakan yang bermain kelereng, temen kantor mengetik, anak makan biskuit, istri menggoreng ikan. Tetangga menyalakan kembang api.

Yup, tidak ada yang istimewa memang. Itu semua peristiwa biasa yang terjadi sehari-hari. Sah-sah saja jika kita menilai itu bukan hal yang besar dan penting.

Jika kita memang ingin memotret, kita bisa atur di kemudian hari. Anak-anak berpose ketika bermain, istri berpose ketika memasak, anak kita ajak say 'cheesse' ketika kita potret dan besok malam kita ajak tetangga untuk bermain kembang api lagi.

Oya?? benarkah kita akan benar-benar membuat sebuah rekonstruksi? Saya ndak yakin, apalagi jika ditambah gabungan malu dan malas.

Kita menganggap satu momen sebagai hal yang biasa-biasa saja, dan meremehkannya, lantaran hanya memikirkannya untuk saat itu saja. Kita baru merasakan bernilainya merekam sebuah momen 'biasa', setelah peristiwa itu berlalu. Satu hari mungkin belum terasa, tapi jika telah berselang seminggu, sebulan dan bertahun-tahun, barulah terasa.



Ingin buktinya? Coba potret anak kita, ponakan atau anak-anak yang tengah bermain. Atau juga tampak depan rumah kita. Jepret, ndak usah dilihat lagi hasilnya, jangan dihapus apapun hasilnya, dan simpan untuk beberapa hari atau minggu.

Setelah bebeberapa lama berselang, bukalah kembali file foto itu. Nuansanya berbeda bukan? Seolah foto mengembalikan momentum 'biasa' itu. Dari foto dua dimensi itu, kita seperti merekonstruksi kejadiannya, bagaimana anak kita tertawa, anak tetangga melengking memenangkan adu kelereng dan juga kelap-kelip pijaran kembang api.

Makin lama jarak waktunya, misalnya kita melihat sebuah foto setelah sekian bulan dan tahun, lembaran foto itu bakal makin menyedot memori kita. Paling terasa, ketika melewati beberapa patokan waktu, misalnya sebuah foto 'biasa' tentang istri sedang ngobrol dengan tetangga di depan rumah dan anak kita bermain di sisi Bundanya.

Lantas, setelah anak kita masuk SD atau SMP (wuih lamanya =_+), kita membuka album foto itu, saya yakin, foto itu seolah menjadi semacam konektor yang menghubungkan saat ini dengan masa lalu. Foto menjadi mesin waktu yang menyedot memori kita tentang saat-saat itu.

Bukan hanya tentang isi obrolan, tapi melebar, "oh ini waktu Kaka masih umur setahun sekian bulan" atau, "o, ini waktu kita masih tinggal di Asofa," juga bisa "Lha inikan mbak Ifa yang suka njajanin Kaka. Kabarnya gimana ya sekarang?" dan seterus dan seterusnya.

Maka, ayo, maksimalkan kamera kita. Memotret sekeliling, apapun dan siapapun. Tepis rasa malu dan malas (semoga asumsi saya salah), singkirkan bahwa hal itu sebuah momen remeh temeh. Batasan kartu memori sudah bukan alasan. Titipkan di hardisk kompy, lapy atau taruh di Picasa atau Flickr.

So, jepret, bagi dan simpan. Shoot, share and save. Satu detik kemudian kita mungkin akan tersenyum manis atau kecut. Tapi, yang pasti, setelah 20 tahun lagi kita akan terbahak, merenung, tergelak, menangis dan bersyukur bahwa kita mengabadikan peristiwa-peristiwa kecil itu. :)


+++
Asofa, Rawabelong, Palmerah, Jakarta Barat. 
Jelang sahur terakhir di bulan Ramadan 1433 H.

6 comments:

  1. ah iya juga ya? ga pernah kepikiran sampai situ. langsung tercerahkan...

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha mantaps. Ayo om Huda, jeprat-jepret mumpung momen lebaran, banyak kumpul keluarga dan kerabar juga keramaian plus hiruk-pikuk :D

      Delete
  2. setuju, bang. setiap momen itu unik dan ngga bakal keulang dua kali. saya suka sama foto2nya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trims ck. :) saya jg masih berusaha menjaga mood tetep tinggi, terlewat sedikit memang ndak bisa diulang :)

      Delete
  3. Replies
    1. Mantaps sista Efi :) btw sepeda putihnya cakep, mau dibawa nggowes kemana aja liburan Lebaran ini? :)

      Delete