Monday, September 8, 2014

Masjid dan mas-mas kurir

-kadangkala, hal-hal yang biasa terlihat sehari-hari pun, mampu menampar dan menyadarkan kita-

Suatu hari, saya melintas di daerah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Waktu itu tengah hari.

Pas di kemacetan pasar BenHil, begitu akronim kawasan itu, adzan Dzuhur berkumandang. Saya mampir ke masjid besar disitu.

Hari yang lain, melewati bilangan Polonia, Cipinang Cempedak, Jakarta Timur. Ada juga masjid kecil di situ.

Bukan soal masjidnya yang ingin saya tuturkan. Tapi, soal apa yang saya lihat dan lantas membuat saya seperti tertampar.

Di parkiran kedua masjid itu, saya melihat mas-mas kurir dokumen dan mas-mas kurir delivery-order makanan siap saji.

Di siang hari yang terik, berdebu, gerah dan 'sumuk', mereka memarkir kendaraan perangnya: sepeda motor jenis bebek dengan bagasi besar di bagian belakang.

Yang kurir dokumen, bagasinya dari kain kanvas dan menyandang tas selempang seukuran kertas folio di bahunya. Hitam. Lusuh.

Yang kurir makanan siap saji, berupa kotak dari bahan fiber dan dipasang dengan palang-palang besi serta baut sehingga menyatu dengan sepeda motor.

Itu semua pemandangan yang bisa dibilang biasa. Saya sering melihatnya.

Tapi, tiba-tiba seolah saya terkesiap, satu penggalan kalimat melintas di benak saya:

... mereka yang pekerjaannya berkejaran dengan waktu, menanggung amanat dari tempat kerja dan demi memenuhi kebutuhan pelanggan ... masih bisa menyempatkan waktu untuk sholat.

Sedangkan saya yang memiliki lebih banyak waktu luang di saat bekerja, masih sering menunda dan malah bolong-bolong sembahyangnya.

Mas-mas itu, saya bisa bayangkan lelahnya bekerja menembus dan "pepet-pepetan" dengan kendaraan lain di tengah hiruk-pikuk Ibukota, memilih sholat di masjid. Pas adzan, tepat waktu dan berjama'ah.

Saya, yang lebih banyak ngantor di ruangan berAC, justru jarang ke masjid meski rumah ibadah itu hanya selemparan batu dari ruang kerja. (Komplek kantor saya memiliki masjid besar. Gedung kantor pun persis sebelahan dengan bangunan masjid)

Saya malu, seolah tertampar. Langsung ingat dan terus terngiang status FB teman saya, mengutip salah satu ayat Al Quran: ... kenikmatan dariKu manalagi yang bisa kau dustakan.

# senin sore usai sholat ashar di Masjid Bimantara, Kebon Sirih.

@inung_gnb

Powered by Telkomsel BlackBerry®

No comments:

Post a Comment