"Alumni 'sana' mas? masak sih? alumni 'sana' kan gaul-gaul?" katanya sambil menjauhkan muka nyebahi-nya dari saya dan matanya seperti me-scanning tampang saya.
Ealahhh... baru ketemu dan kenalan usai seminar soal demokrasi kok ya udah bikin standardisasi mana yang layak jadi alumni 'sana' dan mana yang gaul, mana yang enggak gaul.
Go to hell-lah dengan ide-ide egaliter, demokratis, asa perubahan-perubahan dan pluralisme kalau malah doyan pilah-pilih n nyeragamin orang lain. :/
#efekaktivisgenitmodalquotedansoksmart
Saya termangu, sambil mengunyah makan siang dari panitia yang tiba-tiba terasa hambar.
Usai ngomong gitu, dianya juga pindah tempat duduk. Mendekat ke selebriti-selebriti kampus kayak dosen, aktivis dan para pembicara.
Saya masih ngunyah tapi mata saya ndomblong.
Terbawa rasa sebal, ya muncul juga gerutuan di dalam hati: kok bisa ya aktivis lembaga demokrasi tapi kurang bisa menjaga sikap empati.
Setahu saya sih, wawasan demokratisasi di NGO-NGO seperti itu disemai dengan membiasakan sikap-sikap empati. Karena sikap empati berlatar belakang kesadaran bahwa setiap individu dan komunitas itu memiliki keberagaman yang mesti dihargai.
note:... awalnya, tuturan ini mau saya posting di FB. tapi mengingat kecenderungan orang-orang kalau komentar di FB itu langsung nembak dar-der-dor tanpa nanya konteksnya, maka saya posting di blog aja.
Setahu saya sih, wawasan demokratisasi di NGO-NGO seperti itu disemai dengan membiasakan sikap-sikap empati. Karena sikap empati berlatar belakang kesadaran bahwa setiap individu dan komunitas itu memiliki keberagaman yang mesti dihargai.
note:... awalnya, tuturan ini mau saya posting di FB. tapi mengingat kecenderungan orang-orang kalau komentar di FB itu langsung nembak dar-der-dor tanpa nanya konteksnya, maka saya posting di blog aja.
Apalagi kalau di blog kan space-nya lebih banyak, bisa panjang, bisa nyeritain sedikit hal ihwalnya. Ngono. :)
No comments:
Post a Comment