Simpel: eksplorasi warna-warni matras dan kredo 'sepertiga bidang' |
Broken-English summary:
Just click our cellular-camera or pocket, we could be a photographer. Don't mind on how much or where you buy it. Simple camera is enough to capture anything, at home, at work, street or else. Start it, ordinary moment could be golden moment when we frame it.
++
Haree gene, semua orang bisa menjadi fotografer.
Sampeyan tidak mesti berkalung kamera SLR, menyangklong tas pinggang berisi flash atau terhuyung-huyung oleh beratnya ransel bermuatan kamera kedua dan lensa tambahan.
Coba balikkan handphone panjenengan. Di situ ada kamera, kan. Terus, longok laci meja. Bisa jadi ada kamera saku digital. Itu sudah cukup untuk merekam 360 derajat sekeliling.
Boleh pula jungkir balik, sejajar dengan lantai rumah untuk mendapatkan low-angle demi mengabadikan momen si bayi ganteng tengkurap pertama kali.
Juga, naiklah meja untuk merekam canda tawa kerabat yang lagi ngumpul dari sudut ketinggian.
Itulah yang saya lakukan sejak menggenggam kamera saku jenis film, lalu sempat beralih kamera pocket digital Kodak milik kakak. Saat itu awal-awalnya cam-dig masih 2 mega piksel (MP), sekarang standarnya sudah 10 MP.
Jika ada kesempatan membawa pulang kamera SLR Canon milik kantor, lensa lebar atau wide-nya yang 24 mm tidak saya sia-siakan untuk memotret interior rumah.
Yes, semua orang bisa menjadi fotografer. Itu kata seorang pakar di Tanah Air. Saya lupa siapa persisnya yang bilang, apakah fotografer jurnalisrik Arbain Rambey atau pewarta IT Rene L Pattiradjawane.
Tapi, saya inget persis, hal itu ditulis di Kompas, pokoknya antara kedua tokoh itu lah. Dan, saya mengamininya. Saya melakukannya plus menikmatinya.
Gunakan yang ada
Dengan kamera 2 megapiksel tertanam di HP jadul Sony Ericson, saya merekam aneka momen lewat ratusan foto keluarga mungil dan kerabat. Sampeyan juga bisa memainkan kamera. Apalagi, hampir semua jenis HP telah memiliki kamera di punggungnya.
Tak perlu mahal, yang penting fungsi. HP berbandrol Rp 300 ribu pun sudah punya kamera. Kualitas foto memang juga dipengaruhi mutu kamera. Tapi, nilai sebuah momen jauh lebih berharga, kan?
Saya juga beruntung memiliki rekan-rekan yang demen motret dari sejak kuliah hingga bekerja, penghobi atau profesional. Juga mantengin situs fotografer.net dan download majalah-online Exposure. Dari sanalah saya belajar.
Keterbatasan alat, seperti mereka bilang, nggak usah jadi penghalang untuk njepret. Bidik dan tekan tombol rananya. Jadilah!
Alih-alih terpaku pada kamera yang sederhana, saya memaksimalkan komposisi, seperti kredo sepertiga bidang, memanfaatkan obyek latar depan, latar belakang, eksplorasi sudut rendah dan sudut tinggi. Juga, warna-warni interior dan perabotan rumah.
Database
Di lapy Compaq, database sederhana pun sudah terparkir untuk menyimpan foto-foto. Sengaja saya urutkan berdasar waktu.
Mengikuti saran Arbain Rambey dalam satu artikel tentang menyusun database foto (berlaku pula untuk jenis dokumen lain), nama folder dan file menggunakan format tahun-bulan-tanggal seperti 20110501. Boleh pakai keterangan, misalnya: 20110501_kaka_imunisasi. Ini juga memudahkan saat searching.
Format ini otomatis dikenali sistem komputer. File yang bernama 20110502 akan otomatis berada di bawah atau belakang 20110501. Begitu seterusnya
Pembiasaan
Mikirin nunggu punya kamera yahud, menurut saya, nggak ada apa-apanya daripada nilai sebuah momen sederhana dan sehari-hari sekalipun.
Motret bisa pula bukan tentang keahlian. Biarlah skill terasah pelan-pelan.
Motret juga soal pembiasaan. Artinya, katakanlah, pada saat sebuah momen atau peristiwa terjadi di depan mata, kita kadang merasa hal itu tidak memiliki keistimewaan untuk diabadikan.
Jepret saja. Simpan saja. Lantas, selang beberapa hari, minggu atau bulan, coba tengok lagi file foto itu, kita bakal merasakan suasana berbeda dibanding saat detik-detik memotretnya dulu.
Ada nuansa kejutan, surprise, excite. Sedikit melankolik, juga serasa terserap kembali ke momen saat peristiwa dalam foto terjadi.
Lebay? Saya rasa tidak, memang begitu adanya. Cobalah... ^^
aku datang...
ReplyDeleteAssalamualaikum mas inung...
wah..wah.. baca posting ini pagi2 buat aku semangat.. kok tau aku kepikiran kamera terus... hmm betul juga sih.. yg penting moment nya.. oke deh... aku ga akan mikirin kamera lagi.. kan hape ku juga ada kameranya..manurnuwun sanget geh... :)
++ Wa'alaikum salam, bi' Ami.
ReplyDeleteMakasih dah mampir, ayo foto2 pendampingan di Prabumulih di-posting. Selama ini aku tahunya Prabu hy ruas jalan besarnya, belum pernah keluyuran sampe ke dalem :)
hahaaaaa...setuju mas...sekarang semua orang bisa jadi fotografer... :)
ReplyDeletedan setuju banget dengan ini >> nilai sebuah momen jauh lebih berharga <<< mantappppp :)
salam :)
Memang setiap hal harus diabadikan dan salah satunya dengan memanfaatkan teknologi.
ReplyDeletesalam kenal yah...
++ Nufri: keep posting n click our camera :) Apalagi tinggal di Jakarta banyak nemuin obyek dan momen *sakingpadatnya* :D
ReplyDelete++ f4dLy: Salam kenal juga, barusan sy mampir ke blog f4dLy ^^ Trims
Bayi nya lUcu - lucu.... Oya Utk Mendapatkan Kualitas Gambar, pengcahayaan juga memegang peranan penting seperti Back light, Side Light..
ReplyDelete++ Taman Sambas: Trims, oya foto-foto pulau Simping di blog brader, keren-keren :) Bravo pariwisata Kalbar ^^
ReplyDeletesudah saya follback mas buatmenjalain silaturahim sekalian ajarin saya moto kang.... kok kayaknya hasil foto samean bagus banget,,,,hehehehe ngomong-ngomong itu anaknya sapa kang.......?
ReplyDelete++ Arief:
ReplyDeletesaya juga belajar motret otodidak sambil ngintip situs2 fotografi, gratisan ^^ Btw, itu foto bayi kami, Kaka, sekarang sudah 4 bulan :) Trims banget
Mksih juga yah sudah mampir dan berkomentar di artikelku tentang celebrate of may 2
ReplyDeletebagus fotonya gan
ReplyDeletefollow done
ReplyDeletewaaa gemes liat adeknya
ReplyDeletechika boleh nyubit gx :D