Indonesia is for sale. Many energy contract in Indonesia are not fulfil fairness. Export price not refer to global price that have rising tends. Otherwise, there're lack of domestic supply. Industry cannot optimizing its production when gas is reduce from the terminal.
Truely, PLN, a public electricity company, can reduce it cost by using gas. If it happen, there is not black-out story, PLN can get margin and more efficient.
Di balik berita energi yang bersliweran, ada yang membuat miris ketika kita melihat detailnya.
Ambil contoh soal tarik ulur alokasi atau jatah gas produksi lapangan Donggi Senoro. Ini berlokasi di Luwu, Sulawesi Tengah. Opsi alokasi telah mengerucut pada jatah 70 persen untuk ekspor dan 30 persen
sisanya untuk domestik.
Pemerintah telah teken kesepakatan harga jual ke Mitsubishi US$ 6 dollar/mmbtu (satuan gas). Oleh Mitsubishi, gas itu dijual ke Jepang hingga US$ 15 dollar. DS sendiri akan dibangun oleh konsorsium
keroyokan Mitsubishi, Pertamina dan Medco.
Pertanyaan besarnya, mengapa bukan Pertamnia yang mendapat kontrak Donggi Senoro sepenuhnya?
Sehingga Pertamina-lah yang menjual sendiri sehingga labanya menjadi aset negara. Mengapa harus melalui pihak perusahaan asing. Pengamat migas, Dr Kurtubi, menyebut hal ini sebagai kurang ajar. Guru Besar UI ini memang mendukung ekspor gas DS ini, tapi dengan syarat Pertamina yang mengekspor dan membangun pabrik.
"Jika Pertamina yang pegang, kebutuhan gas Indonesia selama 50 tahun bakal terpenuhi. Bisa untuk PLN, pupuk, kimia, gelas, kayu logam dasar dll," katanya tadi siang dalam diskusi migas.
Sayangnya, pemerintah telah menunjuk konsorsium dan menyepakati harga. Alasan pemerintah menggandeng investasi asing, Indonesia kurang memiliki modal dan teknologi.
"Ini alasan macam apa. Soal modal, pengalaman LNG Badak kita bisa mencari modal dari bank nasional dan asing sehiingga Indonesia dapat berdaulat pada LNG Badak," tukas Kurtubi.
Apalagi, lanjutnya, Mitsubishi juga bukan perusahaan yang piawai soal instalasi gas. "Mereka kurang dikenal. Posisinya sama, teknologi pertambangan gas bisa dibeli dari mana saja. Pertamina mampu dan Mitsubishi pun juga membeli dari pihak lain," tegasnya. Lebih aneh dan tidak adil, ketika melihat fakta kesepakatan harga jual gas Lapangan Tangguh di Papua Barat. Lapangan ini dibangun menggandeng pihak China yang juga sebagai pembeli.
Catatan Kurtubi, harga keluar negeri dipatok flat US$ 3,25. Tak boleh lebih. Berarti pendapatan negara cuma segitu meski harga global mencapai US$ 13-15/mmbtu
Sebaliknya, gas yang dikonsumsi rakyat sendiri yang nantinya dalam bentuk elpiji tabung harus sesuai harga pasar US$ 15/mmbtu. Masih ingat kan Pertamina menentukan tingkat harga elpiji 3 kg dan 12 kg dengan mengikuti harga gas sesuai pasar dunia? Edan memang.
Pemasukan dari ekspor dibatasi tapi make gas produksi sendiri kok pake
harga jual tetangga?!
Listrik
Sejatinya, pemerintah telah berniat mengkonversi atau mengalihkan penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dari solar ke gas. Ini demi menghemat dana.
Hitungannya, jika pembangkit minum solar maka biaya produksi listrik Rp 2500/ kwh. Sedangkan harga jual ke konsumen seperti kita ini Rp 1200-1600/ kwh, tergantung golongan pelanggan. Rugi dong? Betul, makanya PLN disubsidi. Sudah rugi, disubsidi, byarpet lagi. Ini yang bikin blogger Etam Grecek sempat absen ngeblog qe3
Kalau pakai gas, PLN bisa menghemat anggaran dan untung. Karena biaya produksi cuma Rp 380-400/ kwh. Bahkan tarif listrik pun tak perlu naik. Bebas pemadaman deh.
Sayangnya, cadangan dan produksi gas nasional sudah di-ijon ke pihak asing yang sejatinya Pertamina bisa melakukan produksi sendiri. Yang nantinya dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk hajat hidup orang
banyak.
Pasti, familiar dengan kalimat diatas ya? Itulah amanat pasal 33 UUD kita qe3 Sayang, memang pejabat yang terlibat negosiasi kontak migas seolah lunglai dan tutup mata dengan kemampuan dan pengalaman anak bangsa mengelola energi nasional.
Kita boleh bangga dan sekaligus miris dengan Petronas, perusahaan migas Malaysia. Mereka mengakui bahwa telah berguru soal migas pada Indonesia tahun 1970an. Klausul kontrak bagi hasil rumusan Bung Karno pun diadopsi mereka.
Lihatlah mereka sekarang, asetnya 5 kali lipat Pertamina. Jauh efisien dan ekspansi ke luar negeri bahkan melebar ke Indonesia lewat SPBU dan pelumas.
Dan, yang bikin iri, logo mereka tertampang di motor Yamaha besutan Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo. Uh...
Indonesia is for sale. Saya berharap ini mimpi buruk tapi praktiknya memang begitu. Kita boleh menilai ini berlebihan, lebay atau apapun, bahkan tidak mengakuinya dan tutup mata tapi, sekali lagi, lihat lebih dekat pada detil setiap kontrak eksploitasi energi, terutama migas. Hiks...
Sumber foto Kilang gas: dari sini, foto transmisi listrik di sini
PS: diposting usai liputan diskusi migas di Senayan, belum sempat diberi Read-More karena diunggah via hape qe3 Wah dah melewati deadline posting in English nih...
wah hasil rumusan bung karno aja di pake malaysia, kenapa kita ga menerapkannya di indonesia?
ReplyDeleteBerkunjung di halaman samping...
ReplyDeleteMemang miris sekali mas dengan keadaan Indonesia sekarang. Negara yang kaya akan sumber energy malah meng-impor energi. Kalau secara skala kecil, aku belajar hal ini dari permasalahan di desa dampinganku. Ada 3 Desa Dampingan ku yang merupakan wilayah perkebunan kopi. Tapi huft, anehnya Curup malah merupakan wilayah mengimpor kopi dari palembang dan sekitarnya (walau ada juga sih usaha lokal-red).
Ketika ku tanya kepada para petani, kenapa kopi yang ada tidak langsung diolah sampai terakhir packing, kalau jawabannya modal, mungkin menjadi hal yg lebih mudah. Tapi ternyata jawabannya sangat mencengangkan, hanya 2 kata yaitu mereka tidak mau ribet dan maunya jalan pintas yg cepet. "Istilah di bengkulu yg aku dapat, Ikan sejerek, beras secupak". Mereka hanya berpikir untuk hari ini, besok ya berpikirnya besok gitu.. hehehehe
huf sori mas kepanjangan, kok malah posting di sini ya.. hahahaha........ ^_^
Biasalah Indonesia bangest sob,
ReplyDeletemank kemaren kuliah dimana sob? Pasti UGM ya :)
wajar sih kaLau kondisinya demikian, karena Komisi-7 DPR RI yang kemarin-kemarin Lagi sibuk ngurusin proyek konversi minyak tanah ke gas dan yang sekarang Lagi sibuk atur bagi-bagi dana aspirasi. hakhakhak... piss ach para beLiau.
ReplyDeletesunguh ironis....negri yang kaya ini tapi yang menikmati hasil alam nya negri orang lain
ReplyDeleteselamat malam dan mat istirahat inung
salam tuk keluarga di sana..
Sangat miris memang mas negri ini berlimpah hasil bumi nya tp mengapa harus butuh bantuan bngsa asing...padahal msh bnyak anak bngsa yg ahli d bidang nya kenapa tdk dipake keahlian mereka....buat pemerintah beri kan kepercayaan kepada kaum intelektual bangsa sendiri
ReplyDeleteWah mengerikan dari judulnya.masak indonesia dijual gan.
ReplyDeleteMudah2an tidak gan.
Medeni
masuk lewat halaman samping ....
ReplyDeletecara berpikir praktis dan membuat serba instan, itulah yang terjadi pada pejabat negara kita, mereka tidak pernah memikir jangka panjangnya bagi negara dan rakyat indonesia ... .
Ulasan yang kritis, tajam dan amat menarik sekali. Kami hanya bisa geleng-geleng kepala, mengapa hal ini bisa terjadi ? Apa karena kita kekurangan modal dan tidak menguasai teknologinya ? Kami prihatin juga dengan kenyataan seperti itu. Bagaimana anggota DPR menyikapi masalah ini ? Wakil rakyat yang harus menyuarakan aspirasi pemilihnya. Minyak, gas dan apa yang ada di dalam perut bumi Indonesia untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Semoga para pemimpin dan pejabat yang duduk dalam pemerintahan memegang amanat rakyat dengan sebaik-baiknya. Trims sharingnya.
ReplyDeletenice post mas..negeri kita tersayang, tercinta, dan terindah...emang selalu aneh...aneh banget...kenapa sih ga mau bikin enak rakyatnya...? hikkkssss
ReplyDeletekunjungan balasanku...skalian ijin follow ya, with name diana..have a great day...^_^
makanya saya pengen sekolah kejepang.. diindonesia, kita-kita anak muda seperti tak terdengar suaranya.. ~Mimpiii.... kali. hehe..~
ReplyDeleteMiris..
ReplyDeletePermasalahan di sektor migas sudah seperti benang kusut, ga ada habis2nya untuk didiskusikan...bla bla bla......
Sementara kita makin terpuruk saat negara lain justru sedang menikmati "kelemahan" negara kita.
Tapi bukan berarti juga selamanya akan seperti ini, masih ada harapan besar koq. Tetap optimis...^_^
Wahy mau kritik juga udah cape Sob... ga tau kenepa pemerintah kita koQ kayanya ga pernah pedulu dan maasa bodo... udah mati lampu mulu... harga sembako naik... harga listrik naek... lama2 udah kaya daerah [penjajahan] kita hhe,
ReplyDeleteMet aktivitas Sob... happy blogging!!
@ all: ada satu lagi sisipan cerita, terutama buat Mas Tomo.
ReplyDeleteIni dari obrolan dengan ex-teman kuliah yang kerja di bagian hukum Pertam**a pusat, atasannya pernah bilang (yang ngurusin kontrak dan perjanjian antar lembaga/ perusahaan asing): "kalau kita lihat satu persatu setiap kontrak migas, mau bagaimana lagi, secara faktual dan general, Indonesia telah dijual!" :(
Lantas, apakah dengan merutukinya seperti ini kita punya kuasa merubah keadaan. Tujuannya saya pikir bukan itu, tapi membuat kita peka dan melakukan di tingkat keseharian kita masing-masing.
Misalnya hemat energi/listrik/BBM/ milih jalan kaki 300 meter ke warnet buat blogging/FB qe3 .
Semakin kita boros, semakin banyak duit yang harus kita belanjakan dan memperkaya perusahaan migas asing kan qe3
dari gambar listriknya aja sudah sip gan.
ReplyDeletemasak harus dijual..
Berarti Indonesia akan segera berpredikat Sold Out ya kang,,mau gmn coba?
ReplyDeletememang sebuah ironi yang terjadi dinegara ini, bukan hanya sumber daya aLam saja yang muLai terjuaL tetapi untuk sumber daya manusianya juga sedikit demi sedikit sudah muLai terjuaL juga.
ReplyDeletesemoga untuk masa ke depan negara ini dapat Lebih baik Lagi daLam mengambiL kebijakan menyangkut kepentingan umum dan rakyatnya.
sgt memalukan!, kpn yah, Indonesia jd juragan di negerinya sndr, g pake acr sale kayak gitu lg...org2 jenius tdk dihargai di ngr sndr, malah pd kabur k luar..., potensi alam 9jd inget freeport jg..)jg diobral..huaahh. cpek dh..
ReplyDeleteyah indonesia kok malah kek gini ya, . .
ReplyDeletemasalahnya seringkali kurang perawatan dan pemeliharaan. padahal byk SDA yg bisa dimanfaatkan secara maksimal
ReplyDeleteSob, aku pengen keluar
ReplyDeleteiya. ibarat kata, pertamina terlihat seperti "pecudang" di negeri sendiri... sedih.. sakit.. pilu... seandainya saja.......
ReplyDelete