Thursday, July 8, 2010
Kerja Tanpa Ijazah Sarjana
Pagi tadi aku teringat pertanyaan seorang keponakan yang bertanya via Flexi minggu lalu, kira-kira apa saja pekerjaan yang bisa ia dapat selagi masih kuliah?
Sempat heran, kenapa ia tidak bertanya pada ayahnya, masih kerabatku dari garis kakek, yang seorang dosen yang mengajar di beberapa universitas di Jakarta dan Bandung.
Keponakan bilang, "Ayah memang merinci kerjaan yang cocok dengan kuliah komunikasiku, Omm. Tapi juga selalu ngomong, 'kalau sudah lulus, kamu bisa begini... begitu...kerja di sini...di situ...."
"Lha betul itu, hehehe, lulus dulu baru kerja," kataku terkekeh.
Lha, dia malah menjawab, bukankah Omm, maksudnya aku, juga tidak punya ijazah sarjana tapi tetap kerja. Oitsss, dia benar, aku tidak menggondol iajazah meski sempat kuliah di Jogja. Obrolan seperti ini memang pernah kami perbincangkan ketika aku bertandang ke rumahnya.
Sempat aku bertanya, apakah ia jenuh dengan kuliahnya? Keponakanku memastikan tidak bosan tapi ia penasaran karena dua orang dosen tamu yang mengajar kuliah di kampusnya, juga cuma mengoleksi selembar ijazah SMA. Mereka berdua, lanjut ponakan, bekerja di perusahaan periklanan dan desainer grafis
Obrolan kami teruskan via email dan chatting, beberapa penggalan intinya seperti ini.
Aku bilang juga, jika kita memang hanya berijazah non diploma atau tanpa titel sarjana, coba kita ingat salah satu ucapan bijak: special grade led you to interview level, while good experiences give you job :D
Terjemahan bebasnya, ijazah dan nilai akademik yang baik memang mengantar kita ke level wawancara kerja, tapi pertimbangan kepemilikan pengalaman kerja yang baik-lah yang menentukan si Boss memberi pekerjaan kepada kita :D
Terus apa jenis pekerjaaan, Omm? Ah ponakan saya sudah tak sabar rupanya... Jawaban terpendek dan langsung ke intinya plus punya korelasi dengan kuliahnya, adalah: pekerjaan-pekerjaan kreatif.
Sebenarnya banyak opsi pekerjaan yang kami obrolkan misalnya pengusaha, broker properti, peternak gurameh, programmer komputer dan lain-lain. Deretan opsi itu ia coret karena ia belum berminat.
Ia lalu memilah sendiri opsi pekerjaan yang kami bicarkan, sesuai dengan jurusan kuliah, hobinya blogging (meski update tak lebih seminggu sekali) dan berkorelasi dengan pekerjaanku di media massa yang nihil S1 qe3
1. Penulis
Bisa dimulai dengan hobi blogging asal fokus pada tema tertentu dan belajar menulis dengan memaksimalkan sudut pandang sendiri. Aku sepakat dengan beberapa kawan blogger dan ponakanku yang melihat bahwa membaca itu sangat membantu dalam blogging. Lantas, kita menghimpun informasi dari yang kita baca itu dan memahaminya lewat penulisan bersudut pandang khas kita.
Bolehlah copy paste di MS Word lalu mengolah informasi itu ke dalam tulisan bersudut pandang lain. Ini untuk mengolah kemampuan menulis, berlogika dan melatih kepekaan kita. Terapkan artikel itu sebagai bahan menulis tema lainnya atau sebagai sumber ide menulis isu yang lain.
Mungkin awalnya, satu dua kali 100 persen copy paste dan hanya menambahi 2-3 kalimat pengantar, tapi porsi tulisan sendiri makin diperbanyak di setiap postingan selanjutnya. Hoby blogging ponakanku kebetulan seperti itu, mungkin dipengaruhi oleh kegiatan mading di SMA-nya dulu.
Ragam penulisan yang lagi trend bisa berderet: dari cerpen, buku how-to, buku perjalanan/travelling dll. Soal cerpen, ia mengingatkanku dengan majalah teenlit yang masih gress terbit, majalah Story. Isinya cerpen dan memberi kesempatan pada penulis cerpen senior maupun yang baru belajar. "Cerpen pertama adiknya temenku dimuat di situ, pertama sih ga pede tapi buktinya dimuat qe3," ceritanya.
Soal belajar dan praktik menulis, banyak komunitas penulisan di Tanah Air. Salah satunya komunitas ini. Sisi plusnya, komunitas ini memliki cabang di kota/daerah lain. Cobalah bergabung di kotamu atau yang terdekat.
Coba juga mampir ke sini, mentornya meraih XL IBA award sebagai insan berprestasi. Juga tentunya, komunitas penulisan/sastra lainnya yang meramaikan kotamu.
2. Wartawan
Masak sih Omm? Bukankah di tiap lowongan selalu mencantumkan syarat harga mati: S1? Aku bilang, ya itu tadi, bekal pengalaman bisa mempengaruhi pertimbangan perekrutan. Ikut ekstra kurikuler mading menurutku bisa jadi bekal yang layak jual, apalagi di kampusnya ia tergabung dengan klub fotografi, salah satu sisi penting dari jurnalistik. Bahkan bisa jadi ilmu, bisnis dan pekerjaan tersendiri.
Seingatku, banyak kawan-kawaku yang bisa nangkring di media massa dan lembaga internasioanl serta melanglang Indonesia bahkan menyerusuk ke Vietnam, Filipina, Mesir dan Swedia. Mereka berbekal aktivitas pers semasa SMA dan di kampus.
Trend citizen jurnalistic/CJ atau jurnalistik warga juga memungkinkan kita lolos bekerja. Postingan kita di laman CJ menjadi portofolio yang layak dipertimbangkan. Untuk mengasahnya, sempatkan ikuti pelatihan jurnalistik warga yang sering digelar beberapa komunitas.
Media massa umum pun mengakomodasi CJ ini di media/laman mereka. Seperti Metro TV dengan program Video Anda (kalau tidak salah namanya itu), u-report VivaNews dan beberapa media cetak lainnya. Wah belum searching detail nih. Kompasiana sepertinya termasuk hal ini.
Salah satu lembaga yang concern pada jurnalistik warga yaitu ini dan modulnya bisa didowmnload di sini
3. EO
Aha.... buat yang satu ini salah satu sumber inspirasinya adalah Yoris Sebastian. Ia tidak meluluskan kuliahnya, namun soal kreativitas, beberapa award nasional dan internasional menjadi bukti pengakuan atas prestasinya.
Tak hanya perusahaan EO, ranah bisninya kini makin berkembang, Yoris memimpin perusahaan kreatif OMG dan masih banyak lagi. Tanya mbah Google, bejibun deh ilmu EO dan kreativitas di luar kotak yang bisa kita intip dari seorang Yoris.
Oya, jelaslah kita mending ikut orang dulu baru, sembari belajar dan menjalin jaringan. Setelah itu nyemplung ke bisnis ini dengan ngajak bareng teman-teman sendiri
4. Freelance
Kerjaan di luar ikatan kontrak tetap memang beragam. Aku dan keponakan sempat merinci antara lain, freelance desainer grafis, penulis/wartawan, fotografer, ilustrator dll.
Ikatan freelance yang longgar dari segi jam kantor dan berbasis satuan proyek, memudahkan kita dalam manajemen waktu. Kita melakukan di rumah atau nongkrong di warung (sambil ngetik dan pegang mouse tentunya qe3)
Nembusnya gimana nih? misalnya buat jadi freelance di majalah atau media lainnya. Jawabannya adalah jaringan pertemanan. Ntar dibahas di bagian bawah artikel ini :)
5. Oya, satu lagi: bisnis online
Keponakanku menganggukinya. Teman-teman SMAnya sudah merintis buka warung virtual, mereka menjual produk sendiri atau reseller.
Katanya, eh ia yang kemudian bercerita, awalnya omsetnya puluhan ribu dalam sebulan dan hanya 2-3 item yang terjual, tapi bermodal telaten kini setelah jalan setahun omsetnya 10 jutaan. Lumayan banget buat rintisan bisnis.
**
Selorohnya soal bisnis online mengingatkanku kepada pentingnya jaringan pertemanan dan kepercayaan. Betul memang, banyak sekali cerita dari kawan bahwa tawaran pekerjaan seolah datang sendiri ketika kita kumpul-kumpul reuni, mampir ke rumah atau kantor teman kita.
Buat yang kuliah, kadang kita melewatkan kurang menggali jaringan dengan dosen. Pasalnya, kita (eh maaf, kalau merasa tidak berkenan qe3, aku ganti dengan: aku sendiri... ) cenderung malas menjalin komunikasi yang lebih informal dengan dosen. Ini efek kalau kita nganggep kuliah sebagai beban. Tul kan? Jujur aja deh qe3
Banyak teman-temanku yang jadi dosen, meminta bantuan atau melibatkan mahasiswanya dalam proyek kampus atau proyek bisnis di luar kampus. Misalnya desain arsitektur interior toko/butik, distro/mall, motret produk, progammer, desain web, akunting laporan keuangan /pajak dll
Nah sampai di sini jelaslah peluang berkembang si mahasiswa berkembang. Dari pengalaman dan kemampuan serta networking. Wah, nepotisme dong? Bagiku, direkrutnya seorang mahasiswa oleh dosen tentu yang nomer satu soal kapasitas/ kemampuan/skill dan kedua kemauan si mahasiswa. Kalau jual mahal ya wassalam deh.
Toh.yang bilang nepotisme biasanya kombinasi sirik dan menganggap kuliah sebagai beban. Ingat, dosen pasti melihat skill-nya dulu. Kita juga sebaiknya cenderung menciptakan peluang dan bukan menunggu peluang datang sendiri kan.
Oya, soal jaringan atau networking, toh tak semua info lowongan kerja hanya beredar di rubrik-rubrik lowongan kerja di media massa, bejibun juga yang santer melintas dalam obrolan ringan antar teman.
Salam sukses! :D
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Betul betul betul ( Ipin mode on )
ReplyDeletejawaban yang disampaikan ke keponakanya siip banget mas, saya sepakat.....jaman sekarang yang mampu bertahan adalan mereka yang memiliki ketrampilan, contoh di tempat kerja saya, ada seorang wanita sudah diterima kerja di bagian ADM, eh ternyata walaupun mengantongi sertivikat bernila A semua, tetep dia tidak bisa apa-apa, setelah ditanya jawabanya "saya lupa", walah, semua skill itu harus diasah dan diasah terus kan he he ya gitu deh akhirnya..
I♥Blogger
hmmm...sy rasa ketrampilan bisa diasah, tp yg namanya isi otak tetep beda kan...good posting n blog yg kereen lo...tq...
ReplyDelete@ Ozzys: oya, ditarik ke masa Penerimaan Siswa Baru minggu-minggu ini, wajar lah kalau sekarang SMK makin diminati, bahkan di beberapa daerah yang industrinya ramai, peminat SMK jauh lebih banyak.
ReplyDeleteMeski masih terus dibenahi, pendidikan kejuruan memang mempersiapkan siswa ke kebutuhan kerja.
Industri juga mengakui kualitas SMK bahkan, misalnya, ASTRA punya kelas khusus di SMK 1 Medan bagi siswa2 terbaik.
http://yppti.org/index.php?option=com_content&view=article&id=90:astra-group-seleksi-siswa-smk-negeri-1-medan&catid=8:warta-pendidikan-kejuruan&Itemid=11
@ Tiwi: Trims dah maen kesini, barusan aku berteduh ke biliktiwi :D Olala, keren, so pinky qe3
ReplyDeleteKunjungan di sela nonton film harry potter
ReplyDelete>> Kerja tanpa ijazah bagaikan ada dan tiada, yang penting niat dan ketekunan... Tetap SEmangat!!!
Btw mas, aku suka segali gadget slide photonya "Jepretan" di sidebar "Halaman Samping", gimana cara buatnya ya???? ^_^
nice posting sahabat, memberikan sudut pandang mengenai pekerjaan dari sisi yang selama ini belum tergali optimal !, salam
ReplyDeletewaLaupu pada beberapa perusahaan tertentu memiLiki standarisasi khusus (ijazah) daLam merekruit tenaga kerjanya, tapi tetap saj hasiL akhirnya adaLah pada tingkat kompetenitas skiLL yang menentukan.
ReplyDeletesehingga daLam asumsi saya, khususnya daLam kondisi ekonomi yang sedang tidak stabiL ini. Lebih baik mendahuLukan skiLL, seteLah berpenghasiLan baru diLengkapi dengan ijazah.
terima kasih atas sharenya.
untuk meLengkapi jaLinan perkenaLan kita, saya ijin untuk menjadi foLLower di bLog ini.
Kalau berbicara penting atau tidaknya Ijazah untuk dunia kerja, bisa dikatakan penting. Tapi yang lebih penting, ijazahnya bermanfaat. Tapi belum tentu juga yang mengantongi ijazah tersebut mampu menyesuaikan diri di dunia kerja, kembali lagi pada skill nya.
ReplyDeleteJadi, intinya ya sama aja....skill lebih utama... :D
Kalau kata nenek, lebih baik lulusan SMA tapi punya skill dan bisa dapet kerja daripada sarjana tapi nganggur. Tapi jauh lebih baik lagi kalau sarjana ( punya ijazah )bisa dapet kerja dan kerjanya tersebut bisa bermanfaat untuk orang banyak.
@ all: yup, beberapa temanku kini bekerja mapan dari perjalanan karir yang berbekal SMA/SMK.
ReplyDeleteSalah satunya, ada yang mulai dari serabutan di percetakan di Jakarta dan Solo, lalu naik jadi asisten operator mesin, istilahnya: kernet.
Nah, tiap kanotr kan pasti ada komputer tuh. Dia belajar otodidak MS Office, lalu CoreDraw sederhana lantas Photoshop dan software Indesaign dll. Tentu tak cukup setahun.
Sambil bekerja, mencukupi hidup dan ortu, dia butuh waktu belajar otodidak 2 tahun sebelum dipercaya mendesain: kuintansi! *inilah desain pertamanya, meski ia sudah bisa bikin desain undangan dg selera sendiri*
Apakah ia lantas dipercaya boss mengerjakan yang lebih sulit? belum, kawan. Pendidikan informal jadi pilihannya: kursus desain grafis D1.
Dengan gampang ia selesaikan,lha wong sudah ada skill otodidak dan sense gimana bikin desain yang cakep kalau sudah dicetak (tampilan di komputer kan ada distorsi dibanding hasil cetaknya). Bossnya tahu hal ini dan mulai deh nggarap pra-cetak.
Dia belum pegang desain secara langsung tapi bandingkan dengan posisi 3 tahun lalu yang kerja serabutan dan jadi kernet operator.
Kalau ia ndak tangguh, tidak py kemauan sendiri belajar otodidak dan hanya terima nasib, ya susah memang :D
Oya, kabar terakhir dia dah setahun masuk D3 desain grafis/komunikasi visual. Di kampus, dia jadi tempat bertanya kawan-kawannya plus teman diskusi dosennya qe3
Selain masih kerja di kantor lama, di rumah dia sudah terima pesanan desain undangan dan poster, desainer freelance gitulah :D
Satu lagi, berbekal SMA menjadi staf administrasi (ya serabutan juga praktiknya). Semangat yang tinggi, membuatnya kuliah S1 (kelas sore)sambil kerja di Univ Borobudur, Jkt. Sekarang karirnya di BPS dan menikah :) Salute!
@ Nyayu: oke deh, aku telusuri dulu ya, dah Spageti: Separo forget nih :D Itu nyambung ke fitur Google juga: Picasa Web
ReplyDeleteNyayu bisa bikin kok, link-nya dari slide-ku. Arahkan kursor ke slide-ku, klik-kanan aja ikon Picasa Web (lingkaran kecil warna-warni) di sudut kiri-bawah slide-ku itu.
Klik-kanan yah, ntar segera muncul "Get Your Own at http: picasaweb ... >> nah klik aja tuh, ntar kebuka tuh linknya di tab tersendiri.
Ikutin petunjuknya, simpel kok :D trims, kalo Tante Picasa-nya lagi bersin-bersin, ntar kontak2an ye qe3
***
@ Om rame: matur thenkyu, terima kasih :D
mari follow, oya kemarin dah saya follow qe3 Senang juga berteduh di blog Omm, bisa ngintip 'Kesalahan dalam membuat Lamaran Kerja' Nice posting. Salam persahabatan...
good inspiration .... ! thanks
ReplyDeleteteman saya pun yang kini menetap di soLo, hanya sebatas LuLusan SLTA LaLu bekerja di percetakan sebagai operator produksi. dengan ketekunannya seteLah sekitar 10 tahun bekerja LaLu ia berupaya untuk berwirausaha sendiri dan kini sudah mempunyai sebuah percetakan yang memiLiki beberapa mesin modern, adapun penghasiLannya daLam setahun cukup fantastis.
ReplyDelete